Selasa, 01 November 2011

KISAH PARA PELAHAP MALAM




Disclaimer : Smua yang berkaitan sama Harry Potter punya JK. Rowling, saya hanya punya Plot-nya saja...

#1

''Apaa...? Bukan saya pelakunya Professor...'' Sirius membela diri.


''Jangan mengelak, Black! Severus sendiri yang melihatmu bersama Potter dengan mata kepalanya sendiri.'' Mc. Gonagle berdiri dari tempat duduknya, melangkah ke jendela yang berada di belakangnya, membelakangi Sirius yang terdiam tiba-tiba. Ia tidak bisa menghindar dari detensi yang bakal ia dapatkan, gara-gara Snape...


''Kalau begitu saya yakin Anda akan berbaik hati, Minnie...'' Sirius nyengir.


''Jangan berharap dan jangan kurang ajar, Black!'' Mc. Gonagle masih membelakangi Sirius, memandang ke jendela, tampak pipinya sedikit merona. Lalu ia membalikkan badan dan kembali duduk menghadap Sirius yang salah tingkah.


''Masuk, Potter!'' Ucap Mc. Gonagle tiba-tiba memandang ke pintu kantornya.


''Maaf Professor, detensi di kantor Filch sangat berat, itulah penyebab terbesar keterlambatan saya untuk datang ke kantor Anda yang sudah seperti, ruang rekreasi kedua bagiku.'' Senyum James mengembang.


''Juga bagiku.'' Sirius menimpali sambil nyengir tipis.


''Jangan berbasa-basi Potter, duduk!'' Mc. Gonagle tampak marah, James segera duduk disebelah Sirius.


''Sebagai detensi, kalian harus menyusun kembali buku-buku di perpustakaan agar rapi seperti semula. Dan ingat, di larang menggunakan sihir.'' Ucap Mc. Gonagle ketus.


''Haaah, apa salah kami, Professor?'' Interupsi James.


''Tanyakan saja pada Black setelah kalian keluar dari kantorku.'' Balas Mc. Gonagle. James dan Sirius saling pandang.


''Tapi Professor...'' Ucap James, berharap mendapat keringanan.


''Tidak ada tapi-tapian, bersikaplah ksatria dan tidak ada interupsi lagi!''


''Maksud Anda Prof?'' Timpal Sirius.


''Berani berbuat, berani bertanggung jawab!'' Mc. Gonagle menyilangkan tangan di dadanya.


''Oooh, mimpi apa aku semalam...'' Ucap James menepuk jidatnya sendiri.


''Kalau aku mimpi bertemu Lily.'' Sirius nyengir ke James.


''Hah? Sungguh? Apa dia menanyakanku, Snuff? Tanya James semangat. Ia lupa kalau ia dan Sirius masih berada di kantor Mc. Gonagle.


''Ehm ehm, apa detensi kalian ingin aku tambah, hmm?'' Ucap Mc. Gonagle sedikit membentak.


''Tidak, tidak Proff.'' Jawab James dan Sirius sambil nyengir hampir bersamaan.


''Kalau begitu silahkan keluar. Dan ingat, hari ini jam lima sore, perpustakaan, tanpa sihir!'' Kata Mc. Gonagle seraya menambahkan catatan ke jurnal pribadinya.


James dan Sirius segera meninggalkan kantor Mc. Gonagle. Membahas mimpi Sirius sambil berjalan.


***

#2

Pukul lima sore, James dan Sirius dengan enggan melangkahkan kaki menuju Perpustakaan Hogwarts. Mereka berhenti di koridor depan pintu Perpustakaan.


''Kurang ajar si Peter, berani-beraninya ia mengerjai kita.'' Gerutu Sirius sambil bersandar di pagar pembatas koridor.


''Kalau kembali nanti, akan ku umpankan ia ke bedebah Filch.'' James menimpali, juga ikut bersandar di sebelah Sirius.


Tak lama kemudian, muncul Remus Lupin yang mengapit sebuah buku yang lumayan tebal, menyambangi mereka berdua.


''Prongs, Pad, tak salah lihat kah aku? Anak-anak bengal nongkrong di depan perpustakaan? Kik kik kikz...'' Remus terkikik. James dan Sirius hanya nyengir garing ke Remus.


''Semua ini gara-gara si-tikus brengsek, Moony. Dan... Tolong berhentilah menertawakan sahabat-sahabatmu yang keren ini.'' Ucap James sambil membetulkan sandarannya.


''Oke, oke...'' Remus berusaha menahan tawa.


''Lalu bagaimana ceritanya Peter bisa mengerjai kalian?'' Tanya Remus, menatap dua sahabat di depannya.


''Begini, Moony.'' Sirius merangkul Remus dengan tangan kirinya.


''Akan lebih baik kalau kami ceritakan di dalam perpustakaan, sambil tentunya, kau membantu kami.'' Lanjut Sirius, di iringi senyum kebanggaan.


''Bantu apa hmm? Aku tak mau kalau harus mengerjakan essay ramuan kalian berdua. Sorry mayori...'' Remus gantian nyengir.


''Oh, tidak sobat. Kami sudah bereskan tugas itu.'' Ucap Sirius, James hanya menganggukkan kepala.


''Lalu?'' Tanya Remus penasaran.


''Ikutlah kami ke dalam.'' Timpal James.


''Memang aku mau ke dalam.'' Balas Remus.


''Bagus kalau begitu.'' Sela Sirius pe-de.


''Tapi kita beda tujuan.'' Balas Remus lagi.


''Tapi kita sama-sama mau ke perpustakaan.'' James nyengir.


''Aku mau mengembalikan buku.'' Remus menunjukkan buku.


''Kami juga mau mengembalikan buku.'' Balas James dan Sirius hampir bersamaan.


''Mana bukunya?'' Remus mengalihkan pandangan ke tangan James, lalu ke tangan Sirius.


''Hehe, bukunya ada di dalam.'' Jawab James sekenanya.


''Tunggu apa lagi, Potter! Black!'' Tiba-tiba Madam Pinch, si pengelola perpustakaan muncul. Remus nyengir jail.


''Maaf, Madam. Kami kira pintunya terkunci.'' Ucap Sirius, beralasan.


''Hanya orang tolol yang percaya kalau pintu ini terkunci.'' Jawab Madam Pinch yang langsung saja masuk ke perpustakaan yang pintunya terbuka lebar.


James dan Sirius saling pandang dan akhirnya mengekor di belakang Madam Pinch, di ikuti Remus.


''De-ten-si.'' Bisik James ke Remus.


*
#3

''Sampai rapi, Potter! Dan kau, Black! Tanpa sihir!'' Ucap Madam Pinch seraya duduk di meja tugasnya.


''Okey Madam tersayang.'' Sirius membungkukkan badan menahan cengiran. James lalu menarik jubah Sirius, menuju rak-rak buku yang tersusun awut-awutan.


''Madam.'' Remus menyodorkan buku.


''Saya akan meminjam buku yang lain.'' Lanjut Remus.


''Oh, ya Remus. Letakkan lagi di tempatnya, dan silahkan pilih buku yang kau butuhkan, aku percaya padamu.'' Jawab Madam Pinch yang kemudian meninggalkan perpustakaan dengan tergesa-gesa.


Remus segera menghampiri James dan Sirius.


''Akhirnya kau berubah pikiran, sobat.'' Kata James sambil meletakkan buku kuno di rak atas.


''Ceritakan sekarang, Pad.'' Pinta Remus pada Sirius sambil membantunya menata buku.


''Oh, oke.'' Sirius pun menceritakan penyebab detensi yang sedang di jalaninya. Dimana Peter Pattigrew mengerjainya dengan mengatakan bahwa Lily Evans akan ke perpustakaan sore kemarin. Ternyata bukannya Lily yang datang, melainkan Severus Snape yang memergoki mereka sedang mengacak-acak rak buku. Kemudian ia dan James di panggil ke kantor Mc. Gonagle.
Remus tertawa mendengarnya.


''Aku rasa berat perjuanganmu mendapatkan Lily, Prongs.'' Ucap Sirius nyengir.


''Berat apanya?'' James menggaruk kepalanya.


''Berat, karena kau harus bersaing dengan sodagar minyak, bwakakak...'' Sirius terbahak di ikuti Remus.


''Benarkah?'' Tanya James.


''Aku rasa justru Lily yang menyuruh Snape datang kemari.'' Remus menimpali.


''Dari mana kau tau, Moony?'' Tanya James pada Remus.


''Tadi aku melihat Lily sedang bersama Snape.'' Jelas Remus. Sirius manggut-manggut, dan James tenang-tenang saja.


''Tapi aku tak yakin Lily menyukainya, sobat. Karena aku cowok terkeren di Hogwarts.'' James nyengir dan langsung mendapat tinju di kedua lengannya.


''Aduh!'' James meringis.


''Kau kira hanya kau yang keren, Prongs?'' Sirius nyengir sambil menyisir rambutnya dengan jari. Remus terkikik dan James terbahak.


''Tapi aku yakin, aku lah pemenangnya kelak. Hatiku tak pernah berbohong sobat.'' James pe-de.


''Akan ku buktikan suatu saat.
Oooh Lily... Bidadari bermata jely...
Kau manis sekali...'' James bergaya seperti orang yang sedang membaca sajak, kedua sahabatnya terpingkal-pingkal di buatnya.


Sebelum petang, James dan Sirius telah selesai menata ulang buku-buku di perpustakaan, berkat bantuan Remus Lupin, sahabat dekat mereka yang paling rajin, yang kadang menjadi dewa penolong saat genting.

#4

Tengah malam di ruang rekreasi Gryffindor, James dan Sirius sedang menghangatkan diri di depan perapian. Remus, seperti biasa, sedang berkutat dengan buku-bukunya.


''Apa kau tak bosan dengan buku-buku itu, Moony?'' Sirius menoleh ke belakang tanpa mengubah posisi duduknya.


''Buku-buku ini selezat makanan yang sering kita curi, Pad, asal kau tahu.'' Remus hanya tersenyum.


''Kau dengar, Prongs, ternyata Moony sudah hampir gila, kik kik kikz.'' Sirius terkikik di ikuti James.


''Tapi kita patut berterima kasih Snuff, kalau bukan karna Moony, mungkin kita tak akan selamat dari nilai-nilai buruk.'' Ucap James, dan Remus tersenyum lagi.


''Ngomong-ngomong, kemana Wormtail? Sudah beberapa hari ini ia belum kembali.'' Tanya Remus pada kedua sahabatnya.


''Mc. Gonagle bilang, ia ada keperluan keluarga, dan meminta izin untuk beberapa hari kedepan. Padahal ingin sekali aku buat perhitungan dengannya.'' Jawab James sambil merebahkan diri.


''Sebaiknya kalian selidiki dulu soal kemarin itu. Jangan-jangan memang Lily yang menyuruh Snape agar kalian kena detensi.'' Remus tetap tak mengalihkan pandangan dari buku yang dipegangnya.


''Kenapa bisa begitu?'' Tanya James, Sirius hanya menyimak.


''Karna kalian, terutama kau, Prongs, sering menggodanya dan membuatnya kesal. Dan akhir-akhir ini sering aku menjumpainya sedang bersama Snape.'' Jawab Remus kalem dan Sirius hanya nyengir. James hanya menghela napas, padahal dalam dadanya ada panas yang bergejolak ketika mendengar nama Snape di sandingkan dengan nama Lily.


''Sudahlah, Prongs. Kau kan orang terkeren di Hogwarts.'' Sirius nyengir dan Remus menahan tawa.


''Kau lapar, Moony?'' Tanya Sirius sambil mengeluarkan perkamen lusuh dari jubahnya.


''Lumayan, meski tidak terlalu.'' Jawab Remus kalem.


''Kau mau ikut, Prongs?'' Sirius berdiri, mulai membuka perkamen itu.


''Tentu.'' James ikut berdiri, merapikan jubahnya.


Lalu Sirius menyentuh perkamen itu dengan ujung tongkatnya.


''Aku bersumpah, bahwa sesungguhnya aku orang yang tidak berguna.''


Tiba-tiba muncul garis-garis yang membentuk semacam peta, dengan label nama-nama penghuni Hogwarts.


''Kau pesan apa, Moony?'' Sirius nyengir.


''Seperti biasa.'' Jawab Remus di ikuti senyum.


''Duduk yang manis, Moony. Dan jangan nakal. Kami akan membawakannya untukmu.'' James dan Sirius terkikik dan langsung saja mendapat lemparan bantal sova dari Remus.


''Kami keluar dulu, Moony.'' Sirius dan James pun keluar ruang rekreasi...

#5

Esok harinya, Peter Pattigrew belum juga kembali. James masih penasaran dengan apa yang di katakan Remus mengenai Severus dan Lily. Sementara ia tak enak hati untuk bertanya langsung pada Lily. Ia pikir, Lily bisa mengacuhkannya. Dan tanpa James ketahui, sebenarnya kekonyolan yang di buatnya membuat Lily tak bisa berhenti memikirkannya. Dan menempatkan Lily dalam dilema, di antara benci dan rindu yang tak ia mengerti.


James melepaskan pandangan ke danau yang ada di depannya.


''Kenapa murung, Prongs?'' Sapa Sirius yang baru saja tiba bersama Remus, lalu mereka duduk di sebelah James.


''Tak kenapa, sobat.'' Jawab James di iringi senyum tipis.


''Haha, biarpun kau berkata begitu, tapi matamu berkata lain, Prongs.'' Ucap Remus.


''Hah? Sungguh? Mataku bisa berkata? Apa katanya?'' James heboh sendiri.


''Matamu mengatakan...'' Remus diam tiba-tiba, menunggu reaksi James yang terlihat penasaran. Sementara Sirius nyengir, menunggu kata-kata Remus selanjutnya.


''Kenapa Lily bisa dekat dengan Severus.'' Lanjut Remus, dan Sirius tertawa.


''Astaga!'' James menepuk jidatnya sendiri.


''Ternyata selain pintar, kau juga berbakat dalam bidang meramal, Moony.'' James nyengir, Sirius tambah terbahak.


''Benar kan?'' Desak Remus, dan James menjawab ''Tepat sekali.''


''Aku juga heran, Prongs, jangan-jangan ia pernah menuang Amortantia di minuman Lily.'' Sirius asal bicara.


''Bisa jadi, Snuff. Dengar-dengar kan Snape berbakat dalam bidang ramuan.'' Timpal James.


''Jangan berburuk sangka dulu, sobat. Ini soal hati.'' Remus tersenyum.


''Benar juga kata Moony, Prongs.'' Sirius menyikut lengan James.


''Ya ya ya, aku juga tidak yakin kalau Lily benar suka sama si-Rambut Minyak itu.'' James melemparkan batu kecil ke arah danau.


''Oke, sebaiknya kita bergegas ke kelas Transfigurasi.'' Ucap Remus seraya berdiri.


''Hohoho. Lihat, Prongs. Calon peramal sudah berdiri.'' Sirius nyengir jail. Remus tersenyum.


''Kalau Moony berbakat meramal, lalu apa bakat kita, Snuff?'' Tanya James.


''Bakat Kita?'' Sirius bertanya balik.


''Kita selalu berhasil menyelinap ke dapur dan meledakkan bom kotoran di depan Filch.'' Lanjut Sirius yang di iringi tawa dari James dan Remus.


''Ayo, Prongs. Apa kau tak ingin bertemu Lily?'' Ucap Remus.


''Oh iya. Lily! Kenapa kau tak bilang dari tadi, Moony.'' James buru-buru berdiri, Sirius terkikik di ikuti Remus.


Ketiganya pun segera berlalu meninggalkan danau, dan kembali ke kastil Hogwarts...


***

#6

Jam pelajaran Transfigurasi selesai. Kali itu adalah jadwal bersama antara murid-murid Gryffindor dan Slytherin. Severus Snape memimpin teman-teman seasramanya meninggalkan kelas terlebih dahulu, di ikuti anak-anak Gryffindor di belakangnya.


Lily Evans, berjalan dengan tempo cepat, berusaha menjauh dari James yang terus merendenginya. Ia merasa kesal, gara-gara ulah James, yang hampir selama pelajaran berlangsung, selalu mengiriminya kertas berbentuk burung sihiran bertuliskan rayuan-rayuan. Walau dalam hati ia tersanjung, tapi karna itu pula pelajaran kali itu hanya beberapa saja yang masuk ke otaknya, dan itu membuatnya naik darah.


''Lil... Lily...'' Seru James seraya berusaha mengimbangi langkah Lily.


''Menjauhlah dariku, Potter! Tak puaskah kau membuatku kesal setiap saat hah?'' Lily tetap saja melangkah.


''Tapi itu kan cuma...''


''Sudahlah, Potter! Atau buku ini mendarat di wajahmu yang memuakkan itu.'' Ucap Lily ketus. Namun James tetap saja tak menghiraukannya. Malah sempat-sempatnya ia nyengir ke Sirius dan Remus yang berada tak jauh di belakangnya.


''Tapi aku melakukan itu karna aku...''


''Pada hitungan ke tiga! Kalau kau tak berhenti juga, buku ini akan benar-benar mendarat di wajahmu.'' Lily semakin ketus, sambil terus melangkah.


''Lily...'' Ucap James bernada merayu.


''SATU!''


''Lily sayaang...''


''DUA!''


''Aku padamuu...'' Rayuan James makin menjadi.


''TIGA!''


*PLAKKK*


Langkah James terhenti. Sebuah buku mendarat telak di pipi kirinya. Lily yang menyadari James berhenti mengikutinya, makin mempercepat langkahnya, tanpa menghiraukan James dan bukunya yang terjatuh di depan kaki James.
James nyengir dan memungut buku itu, lalu asal saja membukanya.


''Yes yes yes!'' James melonjak-lonjak saking girangnya.


Sirius dan Remus terpingkal-pingkal melihat kejadian itu. Lalu mereka berjalan cepat ke arah James.


''Lihat, Pad. Kini Prongs sudah gila.'' Ucap Remus, dan Sirius masih cekikikan.


''Lily menggamparku dan ternyata dia memikirkanku.'' Senyum James mengembang.


''Bwakakakak...'' Sirius dan Remus terbahak melihat James yang begitu sumringah.


''Benar-benar gila kau, Prongs.'' Sirius tetap saja cekikikan di ikuti Remus.


''Lihatlah, dia menulis namaku di bukunya.'' James menunjukan buku Lily.


Sirius dan Remus masih belum berhenti tertawa, mereka tidak mengerti maksud James.


''Kalian lihat, kan?'' James nyengir pe-de. Sirius dan Remus berusaha menahan tawanya sambil geleng-geleng...

#7

Sirius dan Remus masih saja cekikikan. Sementara James senyum-senyum sendiri, ada kegembiraan yang tak terucapkan dalam hatinya. Ia memandang berulang-ulang tulisan ''Potter'' yang ada di buku Lily yang di pegangnya.


''Evans sayang, ternyata ada aku di hatimu...'' Sambil nyengir, James seakan bicara sendiri, seolah tak melihat kedua sahabatnya yang sedang cekikikan memperhatikannya.


''Sudahlah, Prongs. Jangan menambah derita kami.'' Sirius memegangi perutnya akibat tertawa akut, begitu juga dengan Remus yang hampir meneteskan air mata saking kebanyakan terkikik.


''Kalian tak tahu, betapa bahagianya aku.'' James masih terkagum-kagum melihat namanya yang tertulis di buku Lily.


Sirius dan Remus tak menjawab. Mereka masih berusaha keras menghentikan tawa.


''Pad, aku baru melihat, ada orang yang digampar wanita tapi malah bahagia luar biasa.'' Remus kembali tertawa, begitu juga Sirius.


''Ya ya ya, aku juga baru melihatnya, Moony.'' Balas Sirius yang masih memegangi perutnya.


''Ini buktinya, sobat. Kalau Lily sebenarnya juga naksir padaku.'' Ucap James pe-de.


''Jangan ge-er dulu, Prongs. Jangan ge-er...'' Sirius mengacak-acak rambut James.


''Aku khawatir kau jadi semakin gila dan harus di rawat di St. Mungo.'' Lanjut Sirius sambil memegangi perutnya.


''Memang aku sudah gila, sobat. Lily membuatku gila.'' James nyengir.


''Prongs, sebaiknya kau cari informasi, apakah benar Lily menyukaimu.'' Remus sudah sedikit berhasil menghentikan tawa.


''Tanyalah pada orang yang sedang dekat dengannya.'' Lanjut Remus kalem.


''What what what? Demi kolor Merlin yang bau pesing, aku tak akan menanyakannya pada si-Rambut Minyak.'' James menyilangkan tangan di dadanya.


''Pake ini, Prongs.'' Timpal Sirius, sambil menempelkan ujung telunjuk di pelipisnya.


''Kau pikir hanya Snivellus yang dekat dengan Lily, hmm?'' Sirius nyengir, Remus manggut-manggut memandang James.


''Ooo, ya ya ya.'' James menepuk jidatnya sendiri.


''Siapa yang sedang dekat dengannya selain Snivellus?'' Lanjut James memandang kedua sahabatnya.


''Aku juga sering melihatnya bersama Alice. Tanyalah padanya.'' Jawab Remus. James manggut-manggut.


''Oke, oke.'' James nyengir lagi.


''Sekarang kemana sebaiknya kita?'' Tanya Remus sambil merapikan tasnya.


''Ruang rekreasi.'' Jawab Sirius.


''Aku membutuhkan jubahmu, Prongs. Tingkahmu tadi membuatku lapar dadakan.'' Lanjut Sirius, sambil nyengir jail.


''Aku juga lapar, Pad.'' Timpal Remus, sambil tesenyum.

#8

Siang yang terik, udara di sekitar Hogwarts sangat panas. Di jam istirahat, banyak murid-murid dari berbagai asrama yang memilih berteduh di bawah pohon-pohon rindang di lingkungan Hogwarts.


James celingak-celinguk, terlihat sedang mencari seseorang.


Di arahkannya pandangan ke segerombolan anak Gryffindor, tapi tak ada sasaran yang di carinya. Lalu ia palingkan pandangan ke seseorang yang sedang duduk di rerumputan di sebuah pohon, dengan buku di tangannya, James hanya menyeringai.


''Bukannya aku tak berani satu lawan satu denganmu, Snivellus. Sayang sekali bukan kau yang sedang aku cari.'' Ucap James lirih, di hiasi seringai jail.


Dan baru saja James mau melangkah, tiba-tiba ada suara Sirius memanggilnya. Ia menoleh, tapi tak ia temui sosok Sirius.


''Prongs, apa kau sudah tuli, sobat?'' Terdengar lagi suara Sirius. Namun kali ini James sadar, suara itu berasal dari dalam jubahnya.


Lalu ia keluarkan sebuah benda bulat, tipis dan bergagang. Sebuah cermin.


''Sory, Snuff. Aku kira kau ada di sekitarku.'' James nyengir ke wajah Sirius yang terpampang di cermin kecil itu.


''Malah aku pikir, Lily juga membuatmu bermasalah dengan pendengaran, Prongs.'' Sirius juga nyengir dari dalam cermin.


''Bagaimana detensimu, heh? Bersenang-senanglah.'' Ucap James tetap memandang ke cermin itu.


''Si brengsek Norris slalu mengawasiku, detensiku belum selesai. Aku heran, apa ada sihir untuk menjadikan benda menjadi kotor, hmm? Perasaan belum lama kau membersihkan piala-piala ini.'' Kata Sirius sambil menggaruk kepalanya.


''Hehe, mungkin saja, Snuff. Oh ya, apa kau tahu dimana Alice biasa nongkrong?'' Balas James.


''Dengar-dengar kini Alice sudah jadian sama Longbotom. Jadi mungkin saja ia sedang bersamanya.'' Timpal Sirius, masih dari dalam cermin.


''Frank maksudmu?''


''Benar, Prongs. Moony juga melihatnya tadi.'' Sirius terlihat sedang meniup piala kuno.


''Hmm? Terus sekarang dimana Moony?'' Tanya James.


''Seperti biasa, perpustakaan. Macam kau tak tahu saja.'' Sirius nyengir lagi.


''Filch datang!'' Sirius menghilang dari cermin.


''Selamat bersenang-senang, sobat.'' James nyengir, lalu memasukkan cermin itu ke saku jubahnya.


James kemudian beranjak pergi, berharap bisa bertemu Alice. Penasaran dalam otaknya semakin menjadi. Sempat terpikir juga olehnya untuk mencari Lily, namun niat itu ia urungkan.


Sejak James di hadiahi gamparan oleh Lily, rasa cintanya pada Lily semakin subur.


''Cinta memang gila.'' Ucapnya.

#9

Sirius melangkah keluar pintu kantor Filch. Dengan cengiran khasny2, ia melirik ke Mrs. Norris, satu-satunya kucing yang ada di kantor itu.


''Semoga harimu menyenangkan, Mr. Filch.'' Sirius menutup pintu. Namun ia belum benar-benar pergi dari kantor itu. Ia malah menempelkan telinga kanannya di daun pintu. Dan tak lama kemudian, terdengar Filch berteriak dari dalam.


''Aaargh! Dasar sinting! Aku akan membalasmu, Black!'' Teriak Filch berang.


''Makan tu kotoran, kik kik kikz...'' Sirius terkikik lirih, lalu cepat-cepat ia meninggalkan tempat itu.


Sementara itu, James masih saja belum menemukan sosok Alice, namun ia mendapati Frank Longbottom sedang berjalan ke arahnya.


''Hay, James!'' Frank tersenyum.


''Hay, Frank. Kebetulan sekali, apa kau melihat Alice?'' Tanya James seraya menghentikan langkahnya.


''Ada urusan apa kau dengan Alice?'' Frank balas bertanya, tampak kecurigaan di wajahnya.


''Hohoho, tenang sobat. Aku tak akan merebutnya darimu. Ngomong-ngomong selamat, Frank.'' James nyengir.


''Selamat untuk apa, James?'' Frank pura-pura tidak tau maksud ucapan James.


''Hehe, atas keberhasilanmu menaklukkan hati Alice.'' James nyengir lagi.


Frank tersenyum.


''Terima kasih, sobat.'' Ucapnya.


''Apa kau tahu dimana Alice?'' James bertanya lagi.


''Oh, lima menit yang lalu ia pergi bersama Lily Evans.'' Jawab Frank.


''Apakah penting, James?'' Lanjut Frank, tak ada lagi curiga di wajahnya.


''Hehe, penting bagiku, Frank. Cuma mau bertanya sesuatu.''


''Mungkin aku bisa membantumu?'' Ucap Frank.


''Mmm, katakan saja padany kalau aku mencarinya. Tapi jangan di hadapan Lily.'' James tersenyum.


''Oh, baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu, ada yang harus aku kerjakan.''


''Oke, sobat.'' Jawab James. Lalu Frank meninggalkan James yang masih berdiri.


Tak lama kemudian, Sirius dan Remus datang menghampiri James.


''Disini rupanya si rusa gila.'' Sirius nyengir, James balas nyengir.


''Sudah bertemu Alice, hmm?'' Tanya Remus sambil tersenyum.


''Belum, Moony.'' Jawab James, santay.


''Teruskan perjuanganmu, nak.'' Celetuk Sirius semangat, James membalasnya dengan mengangkat ibu jarinya. Remus hanya tersenyum.


''Sebagai stimulasi, aku ijinkan kau meng-copy tugasku, Prongs.'' Ucap Remus, kali ini nyengir.


''Hanya Prongs?'' Sirius menatap Remus.


''Juga kau, Pad.'' Remus masih nyengir.


''Yes!'' Ucap James dan Sirius, lalu menarik gemas pipi Remus masing-masing. Remus langsung menyikut keras mereka.


***

#10

James berlari cepat menaiki anak tangga. Setelah sampai di koridor yang ia tuju, ia memelankan langkahnya. Alice sedang berjalan tak jauh di depannya. Lalu ia mempercepat jalannya, berusaha merendengi Alice yang berjalan santai.


''Alice...'' James tersenyum, menatap Alice sambil tetap berjalan.


''Oh, James.'' Alice menghentikan langkahnya. Senyum tersungging di bibirnya.


''Bisa minta waktumu sebentar?'' Ucap James, sambil membenarkan letak kacamatanya.


''Tumben kau sopan, James. Baiklah.'' Jawab Alice kalem. Lalu James menarik tangan Alice agar menepi, karna memang banyak anak-anak Hogwarts yang berseliweran saat itu.


''Jangan salah, Alice. James Potter selalu sopan pada siapa pun, apalagi pada wanita.'' James nyengir, lalu menyapukan telapak tangan ke rambutnya.


''Halah, pasti ada apa-apanya.'' Alice mesem, melirik James.


''Frank bilang kau mencariku, ada yang bisa di bantu?'' Lanjut Alice.


''Mmm, seberapa dekat kau dengan Lily?'' James menyilangkan tangan di dadanya.


''Hmm? Lily?
Ooh, aku tau arah pertanyaanmu, James. Kau mau tau banyak tentang Lily, kan?'' Alice tersenyum melihat James yang cengar-cengir.


''Kau tau, kan. Mengapa aku sering menggodanya. Aku hanya ingin mencari perhatiannya. Dan kau tau sendiri
kan, bagaimana sifatnya.'' James menyandarkan diri di dinding.


''Mmm, ya...''
Alice manggut-manggut.


''Lily anak yang baik, James. Agak sensitif. Dan sebenarnya ia tidak suka sesuatu yang berlebihan.'' Lanjut Alice.


''Maksudmu, berlebihan?'' James mengernyitkan dahi.


''Dalam bersikap, James. Yaa, seperti sikapmu terhadapnya.'' Jawab Alice kalem.


''Hah? Jadi selama ini ia benar memikirkanku? Yes!'' Ucap James senang.


''Jangan ge-er dulu. James. Kau pasti tak tau kalau ia sering menangis karna ulahmu.'' Alice memandang James yang terdiam tiba-tiba.


''Benarkah? Lily menangis?''


''Ya. Aku slalu bersamanya ketika ia menangis.'' Jawab Alice, James menepuk jidat sambil menutup mata, seperti ada rasa bersalah yang menyerangnya.


''Tapi, apa dia sering menyebut namaku? Tanya James kemudian.


''Ya. Beberapa kali ia pernah menyebut namamu.'' Alice masih santai menjawab.


''Yess!'' Ucap James keras, hampir saja ia melonjak. Namun sebuah pukulan ringan langsung mengenai lengan kirinya.


''Di bilang jangan ge-er dulu! Lily menyebut namamu karna ia kesal dengan ulahmu. Tapi ia juga merasa bersalah telah menamparmu, ia pikir itu keterlaluan.'' Ucap Alice, masih mendekap bukunya. James tetap nyengir..

#11

Alice sebenarnya mau berterus terang pada James bagaimana sesungguhnya perasaan Lily padanya, tapi ia memilih ''diam'', suatu saat James akan tau sendiri, pikirnya.


Dengan alasan, ada sesuatu yang mesti ia kerjakan, Alice akhirnya meninggalkan James.


James Potter masih berdiri. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu, entah itu rasa bersalah terhadap Lily atau rasa lega karna ia telah bertemu Alice. Hanya James yang tau.


***


Di asrama anak laki-laki Gryffindor, James sedang memanjakan tubuhnya, dengan membiarkannya terbaring di tempat tidur, tak bergerak. Tanpa konsentrasi, ia memandangi langit-langit kamar itu.


Sirius dan Remus yang baru saja masuk ke kamar itu saling berbisik, di iringi cengiran khas anak-anak badung tersebut.


''Apa yang terjadi padamu, Prongs? Tak biasanya kau diam seribu bahasa.'' Sapa Remus, lalu duduk di sebelah kanan James. Sirius hanya nyengir, lalu ikut duduk di sebelah kiri James.


''Aku sedang berpikir, sobat. Biarkanlah otakku mencerna apa yang selama ini aku lakukan.'' Jawab James, tetap tak bergerak.


''Bwakakak, ternyata cinta juga bisa membiusmu, Prongs.'' Sirius terbahak, Remus tersenyum jail.


''Ada apa denganmu, hmm? Apa kau bertemu Lily dan ia menamparmu lagi?'' Remus nyengir, Sirius tambah terbahak.


''Aku akan bahagia kalau Lily menamparku, sobat.'' James hanya tersenyum sambil tetap berbaring.


''Tapi kini aku merasa tertampar dengan apa yang di katakan Alice.'' Lanjut James.


''Hoo, jadi kau sudah bertemu dengannya? Apa katanya?'' Remus terlihat serius menanggapi. Sirius berhasil meredam tawanya, lalu berpura-pura serius.


''Ternyata ia sering menangis karenaku, itu yang di katakan Alice.'' James bangun dan duduk bersandar di dinding.


''Aku jadi kangen Lily.'' James nyengir ke Sirius, lalu ke Remus. Kedua sahabatnya itu balas nyengir kepadanya.


''Tenang, Prongs. Masih banyak waktu.'' Ucap Remus.


''Dan pantang menyerah.'' Timpal Sirius.


''Lalu apa yang harus aku lakukan?'' James memandang ke dua sahabatnya bergantian.


''Mudah saja. Kadang kita harus berhenti memberi perhatian untuk mendapat perhatian seseorang.'' Ucap Remus di iringi senyum.


''Benar, sobat.'' Tambah Sirius.


''Tapi aku tak pernah memberi perhatian pada Lily, sobat. Aku menggodanya sampai ia menangis.'' James lagi-lagi memandang ke dua sahabatnya bergantian.


''Itu sama saja kau memberi perhatian, Prongs.'' Sirius nyengir, juga Remus.


James terdiam, mencoba mencerna makna ucapan sahabatnya itu...

#12

Malam itu, waktu terasa lama berputar bagi James. Ia gelisah. Sebagian besar otaknya di penuhi pikiran tentang Lily. Betapa besar serangan cinta terhadapnya, sampai-sampai nafsu makannya menurun drastis.


Sirius dan Remus yang tau akan perubahan James hanya cengar-cengir. Namun sebagai sahabat yang baik, mereka tidak mengacuhkan James, melainkan membesarkan hatinya. Hal itu memaksa Sirius menjailinya. Sirius lalu nyengir garing di depan wajah James yang kelihatan kehilangan semangat.


''Hentikan, Snuff!'' Ucap James. Remus malah terkikik melihat tingkah Sirius.


''Bayangkan, Prongs. Kalau aku adalah Lily.'' Sirius nyengir, masih di depan wajah James.


''Bwakakak.'' Remus tertawa, lalu menutup bukunya karna konsentrasinya buyar.


''Lily tak mungkin nyengir, Snuff! Mana bisa aku mengganti wajah manisnya dengan wajah pahitmu. Ada-ada saja.'' James mulai tersenyum. Sirius berhasil membuatnya sedikit ceria.


''Heheh, begitu donk! Ini baru Prongs.'' Sirius nyengir, menepuk-nepuk pipi James, lalu James ikut nyengir.


''Tapi untuk sementara aku tak akan menggodanya, Snuff. Aku akan berusaha cuek terhadapnya, walau pun itu berat.'' Ucap James.


''Aku ingin tau reaksinya.'' Lanjutnya.


''Ternyata ia paham maksud kata-katamu, Moony.'' Sirius menoleh ke Remus lalu nyengir. Remus hanya tersenyum kecil.


''Mudah saja mengartikan kata-kata seperti itu, Snuff. Kecuali Wormtail, mungkin butuh berhari-hari untuk mencernanya.'' Balas James, di iringi senyum jail.


''Hahah, Wormtail. Di antara kita berempat, kan hanya dia yang otaknya tumpul, kecuali soal makanan, dia yang paling tau.'' Ucap Sirius seraya merebahkan diri di tempat tidur.


''Tapi, terasa ada yang kurang tanpanya beberapa hari ini. Apa kalian merasakannya?'' Kata Remus pada kedua sahabatnya.


''Hmm... Memang, walau kadang ia menjengkelkan.'' Jawab James kalem.


''Apa kau tetap akan membuat perhitungan dengannya, Prongs? Kalau ia kembali.'' Tanya Sirius, masih berbaring.


''Entahlah. Mungkin ia terselamatkan oleh pikiran-pikiranku tentang Lily.''


''Bijaksanalah, Prongs. Jangan menuduh seseorang tanpa bukti yang pasti. Mungkin saja Lily tau Wormtail mengupingnya. Wormtail kan ceroboh, jadi ia beri info yang setengah-setengah kepadamu dan Sirius.'' Timpal Remus. James manggut-manggut, sementara Sirius hanya menjawab, ''Mungkin saja.''


Akhirnya, mereka bertiga memutuskan untuk keluar asrama, berbekal peta dan jubah gaib, lalu menyelinap ke dapur. Rutinitas di waktu malam.

#13

James Potter, Sirius Black, dan Remus Lupin tak langsung kembali ke asrama Gryffindor setelah membopong beberapa potong kue berlapis coklat dan beraneka buah segar yang di ambil dari ruang dapur Hogwarts. Atas usul Remus, mereka bertiga kemudian pergi ke menara astronomi, menara tertinggi di kastil Hogwarts.


Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai ke tempat itu. Karna seringnya berkeliaran secara ilegal di waktu malam, mereka hapal jalan-jalan pintas yang tak diketahui murid-murid lain.


Sirius mengeluarkan sebuah kantong kecil dari jubahnya setelah mereka bertiga duduk berderet di menara itu. Lalu ia mengeluarkan isinya, yang ternyata makanan yang baru saja di ambilnya dari dapur Hogwarts.


James, Sirius, dan Remus langsung saja menyantapnya. Setelah merasa kenyang, mereka segera merebahkan diri, memandang langit yang dipenuhi kerlip bintang, karna memang cuaca malam itu sangat cerah.


''Damai sekali malam ini, hmm...'' James nyengir di kegelapan, memandang titik cahaya yang bergerak pelan di antara ribuan bintang.


''Tentu saja damai, Prongs. Karna perutmu sudah terisi.'' Celetuk Sirius yang juga nyengir memandang langit. Remus tak bersuara, namun ia tampak menyunggingkansenyum yang samar-samar terlihat.


Angin dingin menerpa kastil Hogwarts dan pepohonan di sekitarnya, tak terkecuali menara astronomi.


Waktu terus berputar. Semakin malam, langit malam itu semakin cerah walau tanpa sinar bulan. Pepohonan dan benda-benda lain yang berdiri tegak hanya tampak berupa siluet.


''Bintang jatuh!'' James dan Sirius serta Remus berkata hampir bersamaan. Sebuah benda langit yang sering di sebut bintang baru saja melintas dengan cepat lalu menghilang.


Hening seketika, tak ada yang berbicara. Hanya desiran angin yang berhembus dan menerpa mereka.


''Apa harapanmu, Prongs?'' Remus bertanya pada James yang masih belum bersuara.


''Harapanku, Lily juga merasakan apa yang ada dalam otakku, hehe...'' Jawab James, sedikit terkekeh.


''Kalau kau, Pad?'' Lanjut Remus.


''Harapanku, aku dilahirkan kembali dan bukan bagian dari keluarga Black.'' Jawab Sirius kalem.


''Kau sendiri, Moony? Apa harapanmu?'' Sirius balas bertanya.


''Harapanku, tak kan ada bulan purnama. Cukup bintang-bintang yang menghiasi malam.'' Remus terkikik lirih, di ikuti James dan Sirius.


Tak lama kemudian, mata mereka mulai terasa berat.


''Aman, Prongs.'' Ucap Sirius, melihat peta.


Ketiganya pun beranjak, meninggalkan jejak.


Jejak pelahap malam...

#14

Lily Evans tampak murung. Dari wajah cantiknya ia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Sepertinya ada yang hilang dari dunianya yang membuatnya menjadi gadis pendiam akhir-akhir ini. Galau sedang menyerang hatinya, lalu merambah ke otaknya yang menyebabkan pikirannya tak tenang.


''Apakah ini yang namanya cinta?'' Lily bergumam lirih pada dirinya sendiri.


Ya. Ada yang hilang dari dunianya yang biasanya terisi dengan rasa sebal hingga berujung muak yang di sebabkan oleh tingkah seseorang.


Akhir-akhir ini tak ada lagi sapa atau tindakan lainnya yang terkadang sampai membuatnya menangis. Sudah seminggu lebih James Potter mengacuhkannya. James seolah tak mengenalnya lagi. Bahkan suatu ketika ia berpapasan dengan James, James malah melemparkan pandangannya ke arah lain.


Lily belum juga beranjak dari tempat tidurnya. Ia masih duduk sambil mendekap bantal kesayangannya. Sesekali ia menghela napas panjang ketika otaknya berpikir ke satu titik fokus, James Potter.


Entah mengapa, ketika James tak lagi menggodanya atau menjailinya, ia malah merasa kehilangan sesuatu.


Tapi bukankah ini yang di inginkannya?


Bukankah tindakan James selalu menyakiti hatinya?


Kenyataannya kini berbeda. Awalnya tak ia pedulikan perubahan ini. Ia pikir mungkin James kapok karna ia pernah menamparnya.
Tapi lama-lama ada suatu rasa yang tak pernah ia rasakan sehebat ini. Rasa itu kini menyiksanya. Membuatnya ingin bertemu dengan James, dan mendengar beberapa patah kata dari bibirnya.


Lily berusaha memikirkan hal-hal lain. Tentang pelajaran, tentang teman-temannya dan hal-hal lain. Namun ujung-ujungnya pikirannya kembali terpaku ke James Potter. Lelaki yang menyukainya. Lelaki yang di abaikannya.


Lily turun dari tempat tidur lalu merapikannya. Ia raih kursi tak berlengan lalu mendudukinya di depan cermin. Ia pandangi dirinya sendiri melalui cermin itu. Ia rapikan rambutnya, lalu mengusap-usap wajahnya dengan telapak tangan. Sesekali ia mencoba berbagai ekspresi senyum, lalu ia tersenyum sendiri ketika ia pikir itu lucu.


''Apa sih sebenarnya yang membuatnya menyukaimu hmm?'' Lily bertanya pada bayangannya sendiri.


''Memangnya aku cantik?''


''Kau memang cantik, Lil...'' Alice tersenyum memandang Lily yang tiba-tiba salah tingkah. Tanpa sepengetahuan Lily, ternyata Alice memperhatikan tingkahnya selama ia duduk di depan cermin. Lily tampak malu, namun segera saja ia samarkan dengan melempar senyum ke Alice.


''Jangan tertawa.'' Ucap Lily.


---

#15

Alice masih saja senyum-senyum menatap Lily melalui pantulan cermin yang ada di depan Lily. Ia tau, sesuatu sedang terjadi pada sahabatnya itu.
Ya. Virus cinta sedang menyerang Lily secara perlahan, menyebabkan perilakunya berubah menggemaskan.


''Aku bilang diam, Alice! Jangan tertawa.''


Lily memasang wajah cemberut yang dipantulkan oleh cermin di hadapannya. Namun itu malah membuat Alice menahan tawa. Di raihnya kursi lalu ia tempatkan di sebelah kiri cermin di hadapan Lily. Ia duduk bersandar di dinding, kembali senyum-senyum menatap Lily.


''Siapa yang sedang kau pikirkan, hmm?'' Tanya Alice, lagi-lagi ia tersenyum. Ia baru tau, ternyata menyenangkan menggoda seseorang yang sedang kasmaran. Pantas saja Lily tak henti-henti menggodanya ketika ia baru jadian sama Frank Longbottom beberapa waktu yang lalu.
''Sekarang giliranku, Lil...'' Batin Alice, tersenytm menatap wajah Lily yang merah padam.


Lily tak menjawab pertanyaan Alice. Ia hanya menyunggingkan senyum dengan malu-malu.


''Siapa Lil...?'' Kembali Alice bertanya, memaksa Lily membocorkan rahasia yang tersimpan di hatinya. Lily hanya mesem menanggapi Alice yang diselimuti rasa penasaran, mengulur-ulur waktu dan kembali memandang bayangannya di cermin.


''Entah kenapa saat aku tak berjumpa dengannya aku malah memikirkannya. Saat ia mengacuhkanku aku malah berharap.'' Lily bergumam, lalu memandang Alice yang terlihat serius menyimaknya.


''Sudah semingguan ini ia berubah.'' Lanjut Lily, masih memandang Alice lalu tersenyum. Alice menebak-nebak dalam hatinya. Ia yakin pada seseorang yang dekat dengan Lily selama ini.


''Aku tau Lil, Severus melakukan itu mungkin karna ia banyak tugas. Dengar-dengar ia sedang memperdalam pelajaran ramuan. Kau tau sendiri kan?'' Ucap Alice, membuat Lily justru makin tersenyum.


''Severus?'' Lily memandang cermin, tersenyum lebar pada bayangannya sendiri, lalu bangun dari duduknya.


''Aku mau membersihkan diri dulu.'' Lily meraih handuk dan berjalan menuju kamar mandi perempuan, meninggalkan Alice yang masih duduk tersenyum tak menjawab.


Lily Evans masih terngiang tentang pendapat Alice yang menurutnya Severus Snape yang sedang di maksudnya. Ia tertawa dalam hati. Severus Snape memang dekat dengannya. Bahkan satu-satunya lelaki yang paling dekat dengannya. Menurut Lily, Severus orang yang baik, lain dengan anak-anak Slytherin kebanyakan, yang tak mau bergaul dengan anak-anak selain dari asrama mereka. Itulah sebab kedekatannya...

#16

''Maaf, Lily. Aku pinjam dulu sahabatmu.'' Frank melempar senyum ke Lily, begitu pun Alice. Lalu mereka meninggalkan Lily seorang diri yang masih duduk di bawah sebuah pohon di tepi danau. Lily memandang ke arah Frank dan Alice hingga punggung mereka hilang dari pandangan ketika berbelok jalan.
Ada sesuatu yang mengusik hatinya, semacam rasa iri melihat Alice dan Frank bergandengan tangan.


Lily tersenyum, lalu mengeluarkan buku dari dalam tasnya. Ia berusaha hanyut bersama tulisan-tulisan dalam buku itu.


Suatu kebetulan kah? Lelaki yang biasa bersamanya dan lelaki yang biasa mendekatinya tiba-tiba menjauh? Apa ada yang salah dengannya?


Lily tak tau harus berbuat apa. Tulisan-tulisan dalam buku itu malah membuat moodnya semakin buruk.


Lily tau, bahwa Severus menyukainya walau pun Severus tak mengungkapkannya. Ia bisa melihat itu dari bahasa tubuh Severus ketika sedang bersamanya. Namun Lily hanya menganggapnya tak lebih sebagai teman. Karna Severus tak peduli teman-teman seasramanya mengolok-olok dirinya akan cara bergaulnya. Itulah salah satu point yang membuat Lily nyaman bersama Severus.


Lain halnya dengan James. Selama ini Lily menganggapnya sebagai orang yang sombong dan belagu. Lily tak menampik kenyataan bahwa James orang yang jenis dan pandai. Sering ia melihat James tak mengikuti pelajaran karna detensi bersama Sirius dan Remus serta Peter. Namun nilai-nilainya tak ada yang buruk. Mungkin karna itu James besar kepala.
Dan yang membuatnya muak, James selalu menghalalkan segala cara untuk mendapat perhatiannya. Sikap James yang terlalu over membuatnya benci terhadap James.


Kini semua berubah. Lily merasa kesepian. Alice kini lebih sering bersama Frank. Severus kini lebih sering berdiam di asramanya, berjibaku dengan buku ramuan dan segala sesuatu tentang ramuan. Dan James...


Lily menarik napas panjang. Ia baru sadar, ternyata James ikut andil dalam membuat hari-harinya ceria selama ini. Namun sudah semingguan lebih James berubah, seolah menganggapnya orang asing.


Lily merasa kehilangan. Ada rasa bersalah yang membelenggunya. Mungkinkah karna itu James menjauhinya? Ia hanya membatin, berharap James memaafkannya.


Di raihnya kotak kecil dalam saku tasnya setelah ia masukkan buku yang tadi di bacanya. Lalu ia keluarkan isinya yang menyerupai biji kacang dan memakannya.


''Bwiihhh...!!! Pesing sekali...''


Lily memuntahkannya. Dari ekspresi wajahnya terlihat kalau sesuatu yang menjijikan baru saja ia rasakan...

#17

Di balik batu di bawah sebuah pohon yang rindang, James Potter masih saja menyandarkan diri. Sesekali ia mengamati sosok gadis yang sedang duduk di bawah pohon di tepi danau.


Sebelumnya, James bertemu Frank dan Alice dan ia di beri tau bahwa Lily sedang berada di tepi danau. Lalu ia pergi ke tempat dimana sekarang ia berada, setelah menolak mentah-mentah Sirius dan Remus yang mau mengikutinya.


James mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. Di sampul buku itu tertulis kalimat dengan ukuran mini, ''Milik Lily Evans.''
Ya. Buku itu kepunyaan Lily yang di pakainya untuk menampar James beberapa waktu yang lalu. Setelah kejadian itu, James selalu menyimpan buku itu di dalam tasnya.


James menarik napas panjang sebisanya. Mengumpulkan segenap rasa percaya diri serta segenap keberaniannya. Lalu ia kembali mengarahkan pandangannya ke gadis itu. Setelah yakin, James lalu berdiri. Memberanikan diri melangkah ke arah tepian danau. Ke arah Lily.


Sepanjang James melangkah, detak jantungnya ia rasakan tak beraturan. Tak pernah ia rasakan hal seperti ini, yang membuatnya nervous setengah mati. Namun ia pasrah, apa pun yang akan terjadi, ia akan menerimanya sepenuh hati.


Lily masih saja asik dengan bukunya. Kacang segala rasa berhasil membuatnya tenang dan bisa menikmati tulisan. Mungkin kini ia menemukan yang rasa coklat setelah sebelumnya ia dapat yang rasa air seni. Ia tidak menyadari, seseorang telah berada di belakangnya.


''Ehem.'' James sengaja berdehem, mencoba mengusik ketenangan Lily. Beberapa detik kemudian Lily menoleh, ia terkejut melihat James sudah berada di belakangnya, memperhatikannya. Segera saja ia menutup bukunya. Lily diam tanpa bicara.


''Boleh aku temani, Lil?''James berbasa-basi. Detak jantungnya kini semakin cepat. Sementara Lily terpaku, mulutnya seolah terkunci untuk menjawabnya.


''Aku janji tak akan macam-macam, Lil...'' James memberanikan diri menyunggingkan senyum. Lily diam tak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.


James lalu maju beberapa langkah, dan duduk di sebelah Lily. Detak jantungnya belum stabil juga, membuatnya sulit untuk memulai beberapa patah kata untuk ia ucapkan. Begitu pun Lily, ia tampak gugup. Debaran jantungnya semakin menggila ketika ia dihadapkan pada lelaki yang akhir-akhir ini ia rindukan.


''Aku...'' James dan Lily berkata hampir bersamaan. Membuat keduanya salah tingkah. Sekejap mereka saling pandang lalu buru-buru pula mereka memalingkannya...

#18

Suasana hening. James dan Lily masih merasa kikuk untuk saling bicara. Semilir angin dari arah danau menerpa mereka, menyapu rambut James dan Lily, dua remaja yang sedang terjebak dalam perangkap cinta.


James merasa tak berdaya. Bahkan hanya sekedar untuk nyengir garing pun ia tak kuasa. Syaraf-syaraf dalam dirinya serasa membeku, berbeda sekali dengan apa yang biasa dilakukannya bila bertemu Lily.


Lily Evans yang biasanya ketus menghadapi James kini bagaikan tersihir oleh suasana. Setiap geraknya kini terlihat salah tingkah. Entah mengapa setiap ia akan mengutarakan sesuatu selalu saja dibarengi oleh James, membuat keduanya ragu-ragu untuk bicara.


''Kau duluan, Lil...'' James memberanikan diri berbicara. Namun ia belum berani menatap Lily yang hanya berjarak tiga puluh senti di sampingnya.


''Kau yang duluan, James...'' Jawab Lily dengan suara yang di tenang-tenangkan. Ia tertunduk malu, memainkan tali sepatu yang sebenarnya tak perlu di betulkan.


''Kau dulu Lil, kan lady's first...'' Kali ini James berani memandangnya. Lily yang juga tiba-tiba memandang James buru-buru memalingkan wajahnya ketika mata mereka saling bertemu. Rona merah di pipinya tak bisa lagi disembunyikannya. James yang memperhatikan bahasa tubuh Lily akhirnya mampu tersenyum.


''Mmm... Aku tak tau harus ngomong apa.'' Ucap Lily seraya memeluk tasnya.


''Aku mau mengembalikan ini, Lil...
Dan aku mau minta maaf padamu.'' James menyodorkan sebuah buku pada Lily. Lily menoleh memandang buku itu, lalu beralih memandang James.


''Ini milikmu.'' Lanjut James. Lily meraihnya dan meletakan buku itu di pangkuannya.


''Aku juga minta maaf telah menamparmu, James.'' Lily tertunduk lagi.


''Aku yang salah, Lil. Kau tak perlu minta maaf. Aku memang bodoh, tak seharusnya aku memperlakukan gadis yang aku cintai seperti itu.'' James menghela napas lalu memandang Lily. Mendengar ucapan James, Lily tersipu lalu memeluk lututnya sendiri seraya menyembunyikan wajahnya dalam pelukan itu. Debar jantungnya tak menentu, ia merasa lega dan bahagia. Ternyata James menjauhinya bukan karna ia benci padanya, melainkan takut menyakitinya. Itulah maksud yang ia tangkap dari ucapan James yang baru saja didengarnya. Perasaan hati Lily kini tergambar jelas di pipinya yang kembali merona.


Suasana tetap hening. Namun kali ini James dan Lily masing-masing telah mendapat kekuatan untuk bicara. Mereka ngobrol berbagai hal, hingga akhirnya James mengutarakan isi hatinya pada Lily...



#19


Danau, rerumputan, pohon dan bebatuan serta apa segala yang ada di tempat itu menjadi saksi bisu terjadinya sebuah peristiwa bersejarah bagi James dan Lily. Di bawah pohon itu, James mengungkapkan perasaannya pada Lily. Tanpa rayuan gombal, James meminta Lily menjadi kekasihnya. Lily Evans yang sebenarnya juga mempunyai perasaan yang sama dengan James akhir-akhir ini akhirnya menerima ''lamaran''James tersebut.
Rona merah masih menghiasi pipi Lily, membuatnya semakin cantik dimata James.


Tak lama kemudian, James dan Lily akhirnya memutuskan untuk kembali ke kastil. James menggandeng tangan Lily dan Lily tak menolaknya sama sekali. Ia hanya tersenyum malu ketika James menggenggam tangannya.


Hati James serasa melayang, langkahnya terasa ringan. Bahagia luar biasa ia rasakan kini. Dan Lily, kini hatinya serasa berbunga-bunga. Di balik senyumnya yang malu-malu, ia rasakan pula bahagia yang luar biasa. Tak ada lagi iri dalam hatinya ketika ia menjumpai Alice dan Frank bergandengan tangan nanti.


Severus Snape yang sempat melihat James dan Lily langsung membelokkan arah tanpa sepengetahuan James atau pun Lily. Dari raut wajahnya terlihat sesuatu seperti rasa kecewa sedang melandanya.


Ketika Lily melihat wajah-wajah yang tak asing lagi, ia buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman James.


''Kenapa, Lil?'' James menoleh ke Lily.


''Ada teman-temanmu.'' Lily tersenyum lalu menunduk malu.


James membenarkan letak kaca matanya lalu mengarahkan pandangannya, mencari-cari teman yang di maksud oleh Lily.


Tak jauh dari mereka berdua, Sirius Black, Remus Lupin dan Peter Pattigrew sedang nyengir ke mereka berdua. James lalu balas nyengir pada ketiga sahabatnya itu.


''Wah wah wah, ada yang sedang berbahagia rupanya.'' Ucap Sirius setelah ia, Remus dan Peter sampai di depan James dan Lily.


''Apa kau telah menikah dengan Lily, Prongs?'' Timpal Peter yang beberapa menit lalu baru tiba di Hogwarts. Wajahnya tetap saja tak berubah, masih mirip tikus.


''Kalau mereka sudah menikah tak mungkin mereka ada disini, bodoh!'' Sirius menjitak kepala Peter. Peter hanya nyengir garing.


''Ini perlu dirayakan, Prongs.'' Remus nyengir, menatap James dan Lily yang tersenyum malu di samping James.


''Terserah kalian, sobat. Aku serahkan segalanya pada kalian.'' Jawab James yang tiba-tiba menggaruk kepalanya dan mengacak-acak rambutnya sendiri.


Lily lalu mohon diri untuk menyusul teman-temannya di koridor atas, meninggalkan James dan geng-nya.

#20

James Potter memastikan Lily benar-benar telah berbelok dan tak tampak lagi. Lalu ia meraih tongkatnya, mendorong Peter hingga ia tertahan di dinding koridor dan menempelkan ujung tongkatnya di jidat Peter.


''Katakan! Kenapa kau tega mengerjai kami, Wormy!'' Desak James. Sirius dan Remus yang sudah tau kelakuan James hanya membiarkannya dan menontonnya.


''Aku tti... ttidak mengerjaimu, Prongs. Aku mengatakan yang sebenarnya.'' Peter tergagap, memandang James yang siap menghancurkan kepalanya.


''Paaad!!!'' Peter semakin ketakutan, lalu melirik Sirius yang sedang cengar-cengir melihatnya.


''Sudahlah, Prongs. Jangan membuat Wormy memanggil-manggil ibunya disini. Dia telah menjelaskannya padaku, Moony juga tau.'' Ucap Sirius santai. Remus hanya tersenyum menanggapi anggukan Sirius padanya.


''Lagian kan aku hanya iseng, Wormy.'' James nyengir di depan wajah Peter, lalu memasukkan tongkatnya kembali.


''Mana oleh-olehnya, hmm?'' James masih nyengir, sementara Peter berusaha mengatur napasnya agar stabil. Wajahnya yang tadinya pucat kini mulai pulih kembali.


''Kau hampir membuatku mati berdiri, Prongs.
Sialan...''


''Oleh-oleh untuk kalian ada dikamar.'' Peter nyengir ke James seraya membenarkan jubahnya.


Peter memang selalu membawa oleh-oleh buat sahabat-sahabatnya ketika ia pulang ke kampung halamannya. Kue buatan ibunya memang berkali-kali membuat James, Sirius dan Remus ketagihan.


''Wah, kita makan besar malam nanti, sobat.'' James nyengir sambil mengacak rambutnya.


''Heheh, itung-itung pesta kecil buatmu, Prongs.''


''Tapi paling Wormy sendiri yang menghabiskan sebagian besar porsi. Di antara kita kan hanya dia yang berlambung ganda.'' Timpal Sirius, membuat James dan Remus terbahak dan Peter hanya cengar-cengir.


Suasana berisik sekali saat itu akibat ulah anak-anak Marauders. Mereka saling tertawa ketika James dan Sirius mengeluarkan leluconnya. Membuat murid perempuan Ravenclaw berjalan agak minggir saat melewati mereka berempat. Beberapa anak Hogwarts yang lain saling mengucapkan ''Hay!'' pada James dan geng-nya. Kecuali anak-anak Slytherin, mereka hanya melirik sinis ke arah Marauders, seolah memandang rendah mereka berempat. Namun James dan Sirius malah sengaja memanas-manasi mereka, membuat segerombolan Slytherin membuang muka. James dan Sirius saling ber-toss melihatnya.


Tak lama kemudian, Remus akhirnya memutuskan pergi ke perpustakaan bersama Peter, sementara James dan Sirius lalu pergi entah kemana.


#21


Dini hari menjelang subuh, James dan ketiga sahabatnya baru saja kembali dari menara astronomi. Sebuah pesta kecil dalam rangka merayakan hari jadi hubungan James dan Lily baru saja dirayakan oleh keempat anak muda tersebut, berbekal makanan hasil menyelinap di dapur Hogwarts dan kue oleh-oleh dari Peter.


Namun lukisan Nyonya Gemuk tidak langsung membukakan pintu asrama saat itu, membuat keempat anak-anak badung itu berpikir keras menebak kata kunci yang diinginkan si-Nyonya Gemuk.


''Teruskanlah berpikir! Atau kalian akan menemaniku hingga matahari terbit nanti.'' Lukisan itu menyilangkan tangan di dadanya. Senyum sinis menghiasi wajahnya.


''Berbaik-hatilah, Nyonya. Kami sudah lelah dan ngantuk sekali.'' Ucap Peter sambil menguap lebar. Porsi makan yang tidak wajar membuatnya paling cepat di serang kantuk.


''Tidak akan! Salah siapa keluyuran hingga larut begini dan hampir tiap malam. Kalian sudah mengganggu tidurku.'' Lukisan itu tetap pada posisinya. Senyum jail kini terlihat di wajahnya.


''Oooh, aku tak mau Norris mengendus kita...'' Peter merengek, Sirius langsung menjitaknya. Remus tampak belum berhenti berpikir, menebak-nebak kata kunci yang baru.


''Maafkan aku, sobat. Gara-gara aku kalian terjebak disini.'' James nyengir ke Sirius, Remus dan Peter yang matanya sudah layu.


''Santaai, Prongs.'' Ucap Sirius dan Remus hampir bersamaan.


''Itulah gunanya sahabat. Apa pun yang terjadi kita akan selalu bersama. Peduli setan dengan detensi yang akan kita jalani kalau Filch brengsek menemukan kita masih disini.'' Sirius nyengir diikuti Remus dan Peter yang makin susah menahan berat matanya, membuat James reflek mengacak-acak rambutnya sendiri.


James, Sirius dan Remus masih menghadap pintu, masing-masing masih berpikir akan sebuah kata atau kalimat yang kelak akan menjadi kunci untuk membuka pintu itu. Peter bersandar di dinding di sebelah Nyonya, menahan beban pada matanya.


''Izinkan kami masuk, kami menyayangimu, Nyonya.'' Ucap Sirius dengan suara yang disopan-sopankan.


''Kurang tepat!'' Jawab si-Lukisan, membuat Sirius dan Remus menghela napas, dan Peter kembali menguap.


''Kurang tepat?''


''Aku menyayangimu.'' Celetuk James tiba-tiba.


''Terima kasih. Silahkan masuk.'' Pipi Si Nyonya sedikit merona terkena sinar obor yang tertancap di dinding. Segera saja pintu terbuka ketika derap langkah Filch menggema di pagi buta itu.


Lalu mereka segera masuk melewati pintu itu. Lagi-lagi, mereka selamat dari detensi.


#22


James Potter meraih jubah gaibnya dan buru-buru memakainya. Sesegera mungkin ia keluar dari kamarnya lalu melewati pintu yang di jaga lukisan si Nyonya Gemuk, menuruni anak tangga yang menuntunnya ke arah koridor dimana ia melihat Severus Snape sedang mengikuti Lily dengan tergesa beberapa menit yang lalu.


James memandang sekeliling. Tampak masih sepi karna memang masih pagi. Ia tak menjumpai Lily atau pun Severus, namun sayup-sayup ia mendengar suara dua orang yang sedang berbincang.


James segera memperlambat langkahnya ketika sampai di ujung koridor sebelum ia berbelok. Ia menyandarkan diri di dinding, mencoba mendengar percakapan tersebut.


''Ia orang baik, Sev... Juga ketiga temannya. Aku tau disaat apa aku harus menghindar darinya. Dan harus ku akui, ternyata penilaianku selama ini tentangnya salah.''


Hening sejenak. Jamer tetap pada posisinya, bersandar di dinding mengenakan jubah ajaibnya. Sebenarnya bisa saja ia bergabung dengan Severus dan Lily tanpa terlihat, namun James lebih memilih menguping saja karna ia pikir lebih aman.


''Tapi, Lil... Aku khawatir nilai-nilaimu akan menurun drastis kalau kau tetap bergaul dengan mereka. Kau tau sendiri, cap apa yang sudah melekat pada mereka, raja detensi dan nama mereka sudah masuk daftar hitam pembuat onar.''


''Aku tau, Sev. Kau tenang saja. Mereka tak akan menyeretku ke dalam masalah-masalah yang mereka timbulkan. Aku yakin itu.''


''Dan kau tau kan, walau pun mereka sering bermasalah, tapi sebagian besar nilai-nilai mereka cukup memuaskan, dan tak pernah dibawah standar.''


James masih saja menyimak percakapan dua orang tersebut.
Ada seberkas pe-de yang timbul tiba-tiba, membuatnya nyengir dari dalam jubah gaib.


''Apakah ini artinya kau akan menjauhiku, Lil?''


''Maksudmu, Sev?''


''Mmm... Maksudku apa kau tak sudi lagi berteman denganku? Ngobrol denganku? Dan...''


''Tidak, Sev... Aku tetap Lily yang dulu. Kau orang yang baik. Aku banyak tau tentang dunia sihir darimu. Jadi tak ada alasan bagiku untuk menjauhimu.''


''Oh ya, aku harus segera mengembalikan ini pada Madam Pinch. Kau tenanglah, aku pasti baik-baik saja. Sampai nanti, Sev...''


Severus Snape tak menjawab. Setidaknya itu yang terjadi karna tak ada suara darinya lagi. James tetap diam berdiri, sembunyi dibalik jubah gaib. Lalu terdengar suara langkah kaki yang semakin lama semakin jauh dan menghilang. Tampaknya Lily telah meninggalkan tempat itu, membiarkan Severus tetap berdiri memandangnya...


#23

James masih bersembunyi di balik jubah gaibnya, lalu bergerak ke arah Severus Snape dan berdiri lima meter di sampingnya. Ia menarik lepas jubah ajaib yang menutupi badannya dan melipatnya dengan cepat serta menyimpannya di balik jubahnya. Seringai jail muncul di wajahnya. Severus yang sedang berdiri melamun kaget setengah mati melihat James tiba-tiba muncul tak jauh darinya.


''Kau...'' Severus tergagap memandang James dan reflek memasukkan tangannya ke dalam jubahnya sendiri, waspada akan kemungkinan yang tak ia duga.


''Snivellus... Snivellus... Snivellus.'' James berjalan mondar-mandir sambil manggut-manggut seraya memukul-mukul pelan telapak tangannya sendiri dengan tongkatnya. Severus masih tampak waspada.


''Apa yang kau lakukan disini, hmm?'' James menatap sinis Severus melalui sudut matanya, kedua tangannya tetap memainkan tongkat sihirnya.


''Bukan urusanmu!'' Jawab Severus tanpa ekspresi, tangannya tetap meraih bagian dalam jubahnya.


''Sekarang itu menjadi urusanku karna kau telah membicarakanku dan sahabat-sahabatku dibelakangku dan didepan pacarku.''


''Apa kau kira aku tidak mendengar semua ucapanmu pada Lily, hah?'' James tampak mulai naik darah. Severus makin tergagap dan bahkan tak berani bersuara. Matanya fokus tertuju pada James.


''Tak usah kau pegangi begitu! Keluarkan tongkatmu, Snivelly!'' Langkah James terhenti membentuk kuda-kuda. Kepalang tanggung, Severus pun mengeluarkan tongkatnya.


''Apa maumu?''


''Mengajarimu bagaimana menjadi seorang ksatria! Bukan jadi pengecut seperti apa yang baru saja kau lakukan! Yang beraninya membicarakan seseorang dibelakang, dan hanya didepan wanita!'' Mata James menatap tajam Severus yang wajahnya pucat pasi, tangan kanannya menggenggam erat tongkatnya.


''Kau tak pantas bergaul dengan Lily.'' Severus tampak terpojok, wajahnya makin pucat.


''Kau kira kau pantas bergaul dengannya, hah? Kalau bukan karna kau mengincarnya tak mungkin kau mendekatinya!''


''Berkacalah, Snivelly! Bukankah orang sepertimu anti keturunan muggle, hah? Aku tau dalam sifatmu yang pendiam terdapat suatu rencana licik!'' James makin semangat memojokkan Severus yang makin keras meremas-remas tongkatnya.


''Stup...''


''Expeliarmus!''


Severus terdiam seketika bersamaan dengan terpentalnya tongkat yang ia genggam. James lebih cepat meluncurkan mantranya.


''Ambil tongkatmu, Snivelly! Ayo ambil!''


Severus bergegas meraih tongkatnya yang terpelanting ke lantai. Ia kembali berdiri...

#24

Severus Snape memegang erat tongkatnya. Wajahnya makin pucat.


''Serang aku, Snivelly! Jangan hanya diam!''


James Potter memamerkan seringainya. Posisi berdirinya masih membentuk kuda-kuda dengan tongkat di tangannya. Pandangannya terfokus pada pemuda di hadapannya yang memandangnya dengan penuh kebencian.


''Kenapa, hah! Bahkan bicara pun kau tak mampu, ckck... Pantas saja.'' James nyengir sinis.


''Pantas saja apa?'' Balas Severus dengan suara datar dan sedikit bergetar.


''Kau tak lebih dari seorang pengecut, Snivelly!''


''Aku bukan pengecut!''


''Kenyataan membuktikan! Mungkin hanya pada wanita kau berani.'' James tak henti-hentinya memandang Severus sambil kembali menebar seringai.


''Oh, tidak... Pada wanita pun kau tak berani. Bahkan hanya untuk mengungkapkan sebuah perasaan.'' Lanjut James yang kembali memukul-mukul telapak tangannya dengan tongkatnya.


''Sombong sekali kau, Potter!''


''Memang! Aku memang sombong. Dan berkat kesombonganku kini aku mendapatkan hati Lily. Tak seperti kau, Snivelly.''


''Aku tak sepertimu, Potter! Caraku mendapatkannya berbeda denganmu!'' Severus mulai mendapatkan kekuatan untuk berbicara, meskipun wajahnya masih tampak pucat.


''Berbeda ya? Kau butuh beribu-ribu kuali amortantia untuk mendapatkannya seumur hidupmu, Snivelly.''


''Aku tak sepicik itu, Potter! Aku menyayanginya bahkan sebelum kau mengenalnya! Aku sadar diriku siapa! Dan aku bersumpah untuk tak segan menghajar siapa pun yang menyakitinya!'' Nada bicara Severus meninggi. James tetap menyeringai, sekilas tergambar di wajahnya akan suatu kepuasan. Kepuasan menyayat hati Severus.


''Kalau kau sadar diri kenapa kau masih saja mendekatinya, Snivelly? Aku pun tak akan segan menghajarmu kalau kau menyakitinya. Kau lebih pantas bergaul dengan gadis-gadis Slytherin yang sok itu.''


''Jangan bawa-bawa nama asramaku, Potter! Apa orang tuamu tak pernah mendidikmu!''


Sedetik kemudian Severus terpental dan tubuhnya membentur dinding. Tongkatnya terpelanting tak jauh darinya. James Potter tampak marah dengan mengacungkan tongkatnya tepat ke arah Severus.


''Sekali lagi kau bawa-bawa nama orang tuaku, ku hancurkan kepalamu!''


''Berdiri, Snivelly! Enyahlah dari hadapanku sebelum murid-murid Hogwarts menyaksikanmu dan membuatmu malu!''


Severus diam tak bicara. Dengan tetap memandang benci James, ia raih tongkatnya dan berusaha berdiri.


''Aku tak akan melupakan ini, Potter!''


Severus segera pergi tanpa menoleh ke James.

#25

Beberapa hari berlalu, Severus Snape makin jarang menampakkan diri di depan anak-anak Marauders. Severus kini lebih sering bergabung dengan anak-anak Slytherin seangkatannya meski pun tak sepenuh hati ia bergaul dengan mereka. Namun karna suatu hal, ia lebih mengutamakan mendekati teman-teman seasramanya dari pada mendekati Lily Evans, gadis yang dicintainya yang kini menjadi kekasih James Potter.


Entah apa yang disembunyikan. Entah apa yang sedang di rencanakannya bersama beberapa anak Slytherin lainnya. Mereka seperti sedang mengadakan suatu pergerakan yang dilakukan secara diam-diam.


James Potter sangat menikmati hari-harinya dengan adanya Lily yang kini menjadi semangatnya. Pernah ia hampir dihadiahi detensi oleh Madam Pinch gara-gara berkencan dengan Lily di perpustakaan. Untung Lily bisa meyakinkan Madam dengan bantuan Alice dan Frank yang kebetulan juga berada di tempat itu.


Sementara Sirius Black, Remus Lupin dan Peter Pattigrew harus merelakan hilangnya sedikit waktu kebersamaan dengan James. Mereka mengerti akan status James sekarang ini. James pun tak menyia-nyiakan waktu bila sedang bersama teman-teman Maraudersnya, menghibur diri mereka dengan membuat sedikit kegaduhan di lingkungan Hogwarts.


Sirius, Remus, dan Peter sedang duduk-duduk sekedar menonton anak-anak Hogwarts yang berlalu-lalang.


''Lihatlah, Pad. Bukankah itu Snivellus?'' Peter menyikut lengan Sirius ketika ia melihat Severus sedang berjalan bersama serombongan anak-anak Slytherin. Sementara Remus tak mengalihkan perhatiannya pada buku yang sedang dibacanya.


''Haha, ia memang lebih pantas bergaul dengan mereka, Wormy. Mungkin ia baru sadar setelah Prongs memberiny pelajaran.'' Sirius juga mengamati Severus hingga ia tak tampak lagi.


Tak lama kemudian, James datang dan langsung saja duduk di antara Sirius dan Peter, membuat Peter yang bertubuh kurus dan pendek hampir saja terjatuh.


''Sialan kau, Prongs. Tak bisakah kau bilang permisi?'' Gerutu Peter sambil berdiri, membersihkan jubahnya. Sirius lalu menggeser duduknya.


''Oh, permisi, Wormy.'' James nyengir sambil meraih sesuatu dari saku jubahnya.


''Sudah telat, Prongs!'' Jawab Peter enteng.


''Sudahlah, Wormy... Ayo silahkan.'' James menyodorkan kotak kecil yang berisi kacang segala rasa pada Peter, lalu ke Sirius. Peter dan Sirius langsung saja mencomotnya.


''Moony, tutup dulu bukumu, sobat. Lihat rasa apa yang kau dapatkan.'' James nyengir, Remus hanya tersenyum lalu mengambilnya...

#26

Peter Pattigrew lari tergesa-gesa menyusul ketiga sahabatnya yang sudah lebih dulu keluar dari kelas ramuan. Ia baru sampai ketika James, Sirius, dan Remus baru saja duduk di tempat tongkrongan mereka di bawah pohon di luar kastil Hogwarts. Peter segera meletakkan tasnya dan mengatur napas yang tak beraturan akibat berlari.


''Kau kenapa, Wormy? Habis dikejar-kejar Snivellus, hmm?'' Sirius nyengir memandang Peter yang masih berusaha menstabilkan detak jantungnya.


''Aku mengejar kalian, bodoh!'' Peter duduk di hadapan James, Sirius, dan Remus.


''Perlu bantuan kami, Wormy? Hadiah apa yang diberikan Slughorn padamu?'' Ucap James sambil nyengir pula ke Peter.


''Hadiah tugas essay tiga perkamen gara-gara tak satu pun ramuan yang bisa aku buat sempurna tadi. Aku butuh kebaikan hati kalian, sobat.'' Peter nyengir garing.


''Lihat, Snuff. Sekarang siapa yang bodoh.'' James menatap Sirius dan Remus lalu terkikik.


''Makanya jangan hanya perutmu yang kau beri nutrisi, Wormy. Otakmu juga.'' Sirius terbahak diikuti James. Remus yang tadinya diam kini ikut tertawa.


''Tenang, Wormy. Kami bertiga akan membantumu, kali ini saja.'' James lalu memandang Sirius dan Remus, meminta persetujuan mereka. Sirius dan Remus mengangguk tanda setuju.


''Terima kasih, sobat. Kalian memang sahabat-sahabat terbaikku.'' Senyum Peter mengembang.


''Oh ya. Tadi aku melihat Snivellus waktu aku baru keluar kelas. Tampaknya ia dan anak Slytherin itu sedang membicarakan sesuatu, entah apa. Aku lihat Snivellus sedang memperlihatkan tatto baru di lengannya.'' Lanjut Peter.


''Tatto? Sudah tak musim bertatto di jaman begini, Wormy.'' Remus memasukkan buku yang dari tadi di genggammya ke dalam tasnya.


''Tattonya keren, sobat. Seperti gambar ular. Aku jadi ingin membuatnya juga kapan-kapan.'' Peter nyengir sambil mengeluarkan sisa pai dari dalam tasnya dan memakannya.


''Dasar bodoh! Ular kan lambang asrama mereka. Gampang saja, kita juga bisa membuat tatto singa di badan kita.'' Ucap Sirius membetulkan duduknya. Peter masih saja sibuk mengunyah makanan dalam mulutnya.


'Apa perlu kita membuat tatto, siapa kita dikala malam purnama, hmm?'' Remus nyengir ke Sirius, James, dan Peter.


''Ide bagus, Moony. Tapi setelah itu identitas kita akan terbongkar. Selama ini kan kami animagus tak terdaftar.'' Jawab James. Remus lalu tersenyum. Sementara Sirius dan Peter hanya manggut-manggut tanda mengerti. Mereka bertiga sadar, bahwa mereka adalah animagus ilegal...

#27

James, Sirius dan Remus serta Peter memang murid-murid paling badung se-Hogwarts. Hal itu diakui dan dibenarkan oleh Professor McGonagall, kepala asrama Gryffindor yang dihuni mereka.
Namun dibalik semua itu McGonagall juga tak menampik bahwa anak-didiknya itu mempunyai otak yang cemerlang kecuali Peter. Ia sendiri sering terheran-heran dan bahkan tak percaya ketika mendapati James, Sirius dan Remus bisa menjawab pertanyaan yang ia berikan sebagai hukuman atas keterlambatan mereka, padahal mereka baru datang. Alhasil, Peter yang selalu saja mendapat detensi darinya.


Kini. Sirius, Remus dan Peter semakin terbiasa dengan kehadiran Lily yang akhir-akhir ini sering bergabung bersama mereka saat jam istirahat. Lily pun semakin tau bagaimana sebenarnya sifat anak-anak Marauders tersebut, yang ia pikir sesuai dengan yang dikatakan James.
Frank dan Alice pun kini sering bergabung bersama James dan geng-nya setelah Lily memberi tau mereka bahwa James dan teman-temannya itu orang yang menyenangkan.


Waktu terus berjalan. Seiring itu, Severus Snape semakin jarang ngobrol dengan Lily. Ia kini terlihat kompak dengan teman-teman Slytherinnya, entah apa yang sedang mereka rahasiakan.


Sementara James, Sirius dan Remus tetap saja tak menggubris rengekan Peter tentang tatto di lengan Severus itu. Mereka pikir itu hanya tatto biasa, sebagai identitas diri seorang Slytherin.


''Nanti kita tanyakan pada kepala sekolah, Wormy. Apa kita dibolehkan membuat tatto lambang asrama kita.'' Ucap James saat itu pada Peter yang disetujui oleh Sirius dan Remus.


***


Malam yang terang, sang bulan tak lagi sembunyi dibalik awan. Membuat malam itu tampak benderang.
James, Sirius dan Peter tak menyadari bahwa Remus belum juga kembali setelah keluar satu jam yang lalu dengan membawa peta perompak.


''Astaga! Ini malam purnama!''


James segera meraih jubah gaibnya dan langsung saja keluar pintu asrama diikuti Sirius dan Peter. James lalu menutupkan jubah itu ke tubuhnya dan dua sahabatnya yang merapat dibelakangnya...


Ditengah malam disebelah hutan terlarang, tampak sesosok mahluk menyerupai srigala sedang berdiri memandang bulan. Tak jauh darinya, tampak pula seekor anjing berwarna gelap dan seekor rusa dengan tanduk yang menjulang serta seekor tikus yang berada diatas kepala rusa itu. Mereka sedang mengamati dan mengawasi, lebih tepatnya mereka sedang menjaga srigala itu. Dinginnya malam tak mereka hiraukan lagi, karna mereka semua pelahap malam sejati...

-FIN-


By. Imand-Kenji Shadyshinoda d'Padfootterz

Kamis, 15 September 2011

KEMBALINYA SI BINTANG HITAM


Disclaimer : Semua tokoh milik JK. Rowling



#1

Pagi yang mendung, Harry berdiri melamun memandang jauh melalui jendela kamarnya dì Privet Drive no.4.Ia berharap seekor burung hantu menghampirinya tiba-tiba, membawa surat dari orang yang paling ia sayangi saat ini, orang yang ia anggap sebagai pengganti ayahnya, Sirius Black.Tapi bagai menelan ramuan yang sangat pahit ketika ia harus mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu. Ketika Sirius tewas di tangan saudaranya sendiri, Bellatrix Lestrange. Harry tak kuasa membayangkan ketika Sirius terpental ke dalam selubung di Departemen Misteri dan tidak muncul lagi setelah itu.Harry berpaling dari jendela, ia beralih memandang kopernya yang tergeletak di kolong tempat tidurnya. Segera ia menghampirinya, menariknya keluar dan membukanya. Ia mencari sesuatu di bawah tumpukan sweater warna merah hati, hadiah dari Mrs. Weasley ketika Natal yang lalu.Harry mengeluarkan sebuah cermìn kecil, cermin pemberian Sirius ketika ia berada di Grimmauld Place.Harry tahu kini cermin itu tak ada gunanya lagi. Sirius telah mati, Sirius tak mungkin menjawab panggilannya. Ia telah melakukannya berkali-kali tapi hanya wajahnya yang terlihat di cermin itu, bukan wajah Sirius seperti yang di harapkannya.Pikiran Harry semakin berkecamuk. Wajah menjengkelkan Bellatrix muncul lagi dan lagi, dipadu dengan wajah Sirius ketika terpental kedalam selubung di Departemen Misteri dan hilang.Tanpa sadar, cermin yang ia genggam retak, dan reflek saja ia membanting cermin itu hingga pecah berkeping-keping.''Akan ku balas, akan ku balas...'' gumam Harry dengan kadar emosi stadium akhir.Harry bangkit dan kembali beralih ke jendela. Ia sangat berharap bisa keluar dari kamar sempit itu. Satu-satunya tempat yang ia pikirkan adalah The Burrow. Alangkah baiknya jika Ron menjemputnya lagi dengan Ford Anglia seperti beberapa tahun yang lalu, pikirnya.Tapi ia juga ingat pesan Dumbledore, agar tidak meninggalkan Privet Drive sebelum ada kepastian kabar dari Dumbledore.Ia tahu, Dumbledore sangat menyayanginya. Meski akhir-akhir ini ia begitu benci terhadapnya, karena Dumbledore selalu menghindarinya setahun terakhir lalu.Walaupun Dumbledore telah menjelaskannya, tapi Harry masih merasa bahwa Dumbledore me-nye-bal-kan...
Ketika Harry berpaling dari jendela, betapa terkejutnya dia, Fred dan George Weasley sudah berada di hadapannya, nyengir.
''Hay Harry.'' Sapa si Kembar Weasley hampir bersamaan.
''Hay Fred, George ! Tahukah kalian jantungku hampir copot saking terkejutnya melihat kalian tiba-tiba muncul di sini?'' Ucap Harry berapi-api, Harry merasa semangat kini sedang menjalari tubuhnya.
''Sempurna George, apparate tanpa suara.'' Ucap Fred pada saudara kembarnya.
''Tapi agak sedikit pusing, aku rasa belum sempurna Fred.'' Balas George sambil memegang kepalanya.
''Tapi lumayan kan? Harry saja tak mendengar suara apa pun tentang kedatangan kita, ya kan sobat?'' Kata Fred pada George lalu memandang Harry.
''Ya, brilliant sekali !!! Jawab Harry terkagum-kagum, memandang Fred dan George yang masih terlihat bangga dengan hasil modifikasi ciptaan mereka itu.
''Maukah kalian mengajariku?'' Lanjut Harry masih berapi-api.
''Belum saatnya sobat. Kau dengar sendiri kan tadi, kata saudaraku yang paling keren ini, belum sem-pur-na...'' Jawab Fred sambil nyengir.
''Mm, oke oke. Kalau begitu apa maksud kedatangan kalian yang mendadak ini?'' Tanya Harry pada Si Kembar Weasley.
''Oh, itu dia sobat. Kami memang terlahir untuk selalu merepotkan orang, hehe.'' Jawab George sambil merangkul pundak Fred.
''Benar Harry, lebih spesifik, kami memerlukan bantuanmu.'' Timpal Fred.
''Katakan saja, apa yang bisa aku bantu?'' Kata Harry bersemangat.
''Hehe, kami sedang mencoba mengembangkan kualitas peta perompak agar jangkauannya lebih luas, biar kami bisa melihat dan memantau pelanggan-pelanggan kami yang dari Hogwarts maupun dari luar Hogwarts. Dan maksud kami berdua mau meninjam peta perompak milikmu sebagai bahan dasarnya. Bagaimana, bolehkah?'' Balas George setelah melepaskan tangannya dari pundak saudara kembarnya.
''Tak perlu memohon, itu kan pemberian kalian juga.'' Kata Harry masih bersemangat. Memang, peta itu pemberian Si Kembar Weasley beberapa tahun yang lalu.
''Tapi kami anak badung yang tahu diri Harry. Peta itu kini milikmu, dan sungguh tidak bijaksana kalau kami mengambilnya tanpa sepengetahuanmu, itu pantang bagi ksatria tukang onar macam kami.'' Balas Fred yang mendapat persetujuan dari George dengan kata : ''Betul.''
''Oke, aku ambilkan.'' Harry bergegas menghampiri kopernya, mengaduk-aduk isinya dan meraih sebuah perkamen lusuh, peta perompak...
Fred dan George memandang Harry, lalu terusik dengan sebuah benda yang telah rusak, semacam kaca pembesar buatan muggle, bulat tanpa kaca.
Harry langsung memberikan peta itu pada Si Kembar Weasley.
''Semoga berhasil.'' Ucapnya.
''Akan kami usahakan Harry.'' Jawab Fred sambil menggenggam peta itu.
''Mm, itu benda apa Harry?'' Tanya George sambil menunjuk ke arah cermin yang telah rusak tak berkaca.
Harry menoleh memandang ke arah cermin yang di tunjuk George. Ia tertunduk, seolah semangat yang tadi datang kini perlahan menguap.
''Cermin dua arah pemberian Sirius, tapi sudah tak berfungsi lagi. Kalian tahu kan Sirius...'' Harry tak kuasa melanjutkan kalimatnya. Ia terdiam lalu memandang Si Kembar Weasley.
''Oh maaf Harry, aku...'' Ucap George.
''Tidak apa-apa, it's ok.'' Jawab Harry dengan senyum yang di paksakan.
''Ok, kalau begitu sebaiknya kita bergegas Fred, mungkin banyak pelanggan yang menunggu di toko kita.'' Kata George, berusaha mengalihkan pembicaraan sambil mengedip ke Harry.
''Baiklah kami permisi Harry.'' Fred dan George pamit lalu ber-disapparate tanpa suara. Harry terkagum-kagum dengan apa yang di lakukan Fred dan George itu.
Fred dan George Weasley kini tinggal di Hogsmeade sejak pelariannya dari Hogwarts beberapa waktu yang lalu yang di nilai mayoritas penghuni Hogwarts sesuatu yang fantastis dan luar biasa.
Sejak saat itu Fred dan George tidak berani kembali ke The Burrow, tempat keluarganya tinggal, karena mereka berpikir Mrs. Weasley akan membunuh mereka akibat tindakan mereka yang menghebohkan penghuni Hogwarts itu.
Fred dan George sedang mengembangkan toko leluconnya, yang mereka dirikan selepas kabur dari Hogwarts, dengan uang modal pemberian cuma-cuma dari Harry Potter setelah Harry memenangkan turnamen triwizard kurang lebih setahun yang lalu.
Fred dan George begitu senang, karena akhirnya impian mereka selama ini untuk memiliki sebuah toko lelucon akhirnya tercapai. Dan hingga saat ini, Mrs. Weasley masih sering bertanya pada suaminya, Arthur, dari mana sebenarnya uang modal yang di dapat dari kedua anak kembarnya itu, dan berulang kali Arthur menjawab, ''Mungkin dari hasil bertaruh mereka di turnamen triwizard lalu.''
Harry hanya tersenyum tiap kali mendapati Mr. dan Mrs. Weasley beradu argumen tentang itu...
Harry sendiri sebenarnya sudah melupakan hal itu, karena ia sebenarnya tidak menginginkan untuk ikut dalam turnamen itu dan mendapatkan hadiah itu...

#2

Satu minggu berlalu, dan itu terasa sangat lama bagi Harry, terkurung di kamar yang sempit di bawah tangga di rumah pamannya di Private Drive. Ia membayangkan betapa tersiksanya Sirius, dua belas tahun terpenjara di Azkaban.
Ketika ia memandang ke jendela dari tempat tidurnya, ia melihat Ford Anglia terparkir melayang dan merapat ke jendela kamarnya. Harry segera bangkit dari tempat tidurnya, dan membuka jendela dengan tergesa.
Tampak Mr. Weasley seorang diri memegang kemudi mobil tua itu.
"Bergegas, Harry, waktu kita tak banyak." Kata Mr. Weasley dari dalam Ford Anglia.
Harry segera melempar kopernya, dan menjejalkan sangkar hedwig ke kursi belakang, sambil ia sendiri masuk ke dalam mobil dengan hati-hati. Harry terlihat sangat bahagia. Kini ia terbebas dari keluarga Vernon Dursley, yang selama ini menyebalkan baginya.
"Bersiap, Harry." Mr. Weasley langsung tancap gas. Rupanya mobil tua itu sekarang telah banyak di modifikasi secara sihir oleh Mr. Weasley. Harry bisa merasakan perbedaannya ketika ia dulu menumpanginya bersama Ron, dan juga Si Kembar Weasley. Kecepatannya kini secepat kilat, bagai bepergian dengan Portkey.
Di The Burrow, Harry langsung di sambut dengan pelukan hangat Mrs. Weasley, dan sapaan andalan : "Haaaay..." dari Ron, Hermione, dan Ginny.
"Baik-baik saja kan, Harry dear? Tak ada yang mengganggumu kan di sana?" Ucap Mrs. Weasley setelah melepaskan pelukannya.
"Mmm, ya. Ada dua orang yang menggangguku, Mrs. Weasley." Jawab Harry sambil senyum.
"Siapa mereka? Pamanmu dan anaknya itu?" Mrs. Weasley terlihat marah.
"Bukan... Bukan mereka, tapi Fred dan George." Harry menunggu reaksi Mrs. Weasley.
"Oooh... Fred, George, tak bosankah kalian membuat ibu kalian ini menderita..." Mrs. Weasley menggerutu, membayangkan kedua anak kembarnya yang paling bandel se-The Burrow.
"Bukan begitu Mrs. Weasley, mereka hanya mengunjungiku, memastikan aku baik-baik saja atas apa yang menimpaku beberapa waktu yang lalu." Kata Harry berbohong tentang Fred dan George.
"Apa mereka baik-baik saja, Harry?" Tanya Mrs. Weasley yang kelihatannya sangat khawatir terhadap kedua anak kembarnya.
"Ya, Mrs. Weasley, mereka baik-baik saja." Jawab Harry kalem.
''Kenapa mereka tak kembali ke rumah saja.'' Gumam Mrs. Weasley.
''Fred dan George takut mom akan membunuh mereka kalau mereka berani pulang.'' Ron menyahut dengan ekspresi yang biasa saja.
''Ohh... Bodoh sekali mereka. Apakah mereka tidak mengenalku, ibu mereka selama ini?'' Mrs. Weasley mulai menangis dan langsung di peluk oleh Ginny.
''Sudahlah mom, mereka baik-baik saja, Harry saksinya.'' Ginny berusaha menenangkan ibunya sambil melirik ke Harry dengan senyum manisnya.
Tak lama kemudian, mereka pun makan siang bersama di The Burrow. Suasana kekeluargaan tampak menyelimuti seisi The Burrow. Namun Harry lebih banyak diam, kecuali ada yang bertanya padanya barulah ia berbicara. Pikiran tentang Sirius masih memenuhi otaknya.

* * *

Waktu berangkat ke Hogwarts telah tiba. Harry, Ron, Hermione dan Ginny memasuki gerbong Hogwarts Express, berusaha melalui beberapa anak Ravenclaw dan seorang anak Hufflepuff, dan akhirnya mereka menemukan tempat duduk yang nyaman, karena jauh dari anak-anak Slytherin yang menyebalkan.
Ginny terpaksa bergabung dengan teman-teman seangkatannya di gerbong lain. Ron dan Hermione harus meninggalkan Harry karena sekarang mereka berpangkat prefek untuk asrama Gryffindor. Tinggal Harry sendiri di kursi yang tadi di tempati Ron, Hermione, dan Ginny. Dan tak lama kemudian Hogwarts Express berteriak-teriak sambil tak henti-hentinya mengepulkan asapnya, tanda keberangkatan dimulai.
Harry sedang menyaksikan pemandangan melalui jendela kereta, tiba-tiba Luna Lovegood masuk dengan seperti biasa, membawa bacaan aneh, The Quibler.
''Hay Harry.'' Sapa Luna, membuyarkan pikiran Harry.
''Hay Luna, apa kabar?'' Jawab Harry sambil mengubah posisi duduknya.
''Baik, aku rasa. Bagaimana denganmu?'' Luna balas bertanya sambil duduk berhadapan dengan Harry.
''Baik.'' Jawab Harry datar.
''Menurutku kau sedang dalam keadaan kurang baik, Harry. Kau masih memikirkan Sirius kan?'' Kata Luna menyelidik, sambil tak mengalihkan pandangannya dari The Quibler.
''Erm... Begitulah.'' Jawab Harry sambil kembali menyaksikan pandangan melalui jendela kereta.
''Menurutku Sirius belumlah meninggal, Harry.'' Luna kembali membuyarkan pikiran Harry. Dan sontak membuat Harry serius menanggapi perkataan Luna.
''Maksudmu, Luna? Apa kau tahu apa yang terjadi dengan Sirius?'' Tanya Harry sambil memandang Luna yang tetap saja menikmati The Quibler. Harry semakin penasaran dengan ucapan Luna.
''Aku tak tahu apa yang terjadi dengannya. Tapi menurutku ia masih hidup, Harry. Ketika kita melawan pelahap maut di Departemen Misteri, aku seperti mendengar suara-suara di balik selubung dimana Sirius menghilang. Mungkin ia terperangkap di dalam selubung itu.'' Jelas Luna, dengan tetap menikmati The Quiblernya.Harry tampak menyimak benar-benar apa yang luna katakan.
''Tapi anggota Orde bahkan Dumbledore bilang kalau Sirius sudah tewas, apalagi ia terkena serangan Bellatrix yang kau tahu, kejam.'' Bantah Harry.
''Tapi kita tak tahu kan, kutukan apa yang di lancarkan Bellatrix kepada Sirius. Bisa saja itu bukan Avada Kedavra, karena aku tak mendengar Bellatrix mengucapkannya.'' Sangkal Luna, dan membuat Harry berpikir sejenak, menimbang-nimbang pernyata'an Luna.
''Aku pergi dulu, Harry. Sampai bertemu nanti.'' Luna tiba-tiba pamit dan beranjak keluar gerbong dan bergabung dengan anak-anak Ravenclaw yang lain.
Harry terdiam, dalam hatinya bertanya-tanya, apakah Sirius masih hidup seperti pendapat Luna? Apakah ia hanya terperangkap dalam selubung gaib di Departemen misteri itu? Memang kadang ucapan Luna tak masuk akal. Namun dari beberapa kejadian, perkataan Luna banyak benarnya menurut Harry, salah satunya mengenai Thestral, yang anak-anak lain tak percaya pada Harry tapi Luna percaya karena dia bisa melihatnya seperti Harry.
Sepanjang perjalanan Harry memikirkan hal itu. Jika memang benar perkataan Luna, lalu dimana sekarang Sirius berada, apakah di Departemen Misteri, atau dimana. Harry tetap tak mengalihkan pandangannya dari jendela kereta. Menyaksikan bukit-bukit dan pepohonan yang semakin lama semakin mengecil, karena lajunya Hogwarts Express.
Dalam hatinya berharap, sesampainya di Hogwarts, ia akan membicarakannya dengan dua sahabatnya yang selama ini selalu bersamanya dalam kejadian-kejadian yang tak terduga di Hogwarts. Besar harapan Harry atas apa yang di katakan Luna. Karena ia sangat merindukan figur seorang ayah, yang selama ini di dambakannya. Ia mengingat kembali saat pertama bertemu Sirius, dan hari-hari berikutnya hingga saat ia bertemu Sirius untuk yang terakhir kalinya, di Departemen Misteri. Harry sangat merasa bersalah, ia berpikir bahwa sesungguhnya dirinyalah penyebab kematian ayah angkatnya itu. Seandainya Ia mendengarkan apa kata Dumbledore, mungkin skarang Sirius masih berada di Grimauld Place, tapi Dumbledore terlalu menjengkelkan, karena sikap dinginnya pada Harry.

#3

Di ruang rekreasi Gryffindor, Harry, Ron, dan Hermione sedang menghangatkan diri di depan perapian. Harry meminta pendapat dua orang sahabatnya itu, mengenai hal yang sedang meresahkannya.
''Begitulah pendapat Luna tentang Sirius.'' Kata Harry kepada Ron dan Hermione setelah ia menceritakan apa yang dikatakan Luna saat di Hogwarts Express.
''Bagaimana menurut kalian, Ron, Hermione?''Ron dan Hermione tidak menjawab. Mereka hanya saling pandan. Mereka sadar, begitu hebat tekanan yang Harry rasakan akibat meninggalnya Sirius.
''Erm, begini Harry, seseorang yang telah meninggal tidak akan hidup lagi. Sirius telah tiada, kutukan itu telah membunuhnya.'' Hermione berbicara dengan nada yang pelan, mencoba menenangkan Harry, Ron hanya diam mendengarkan Hermione berbicara.
''Tapi bisa saja itu tidak telak mengenainya kan? Maksudku, bisa saja Sirius hanya terkena pengaruh dari kutukan itu kan? Saat itu anggota Orde dan Pelahap Maut saling serang, bisa saja Sirius hanya terkena pengaruh dari kutukan yang di lancarkan Bellatrix. Seperti yang kau alami Hermione, saat itu kau terkena pengaruh dari kutukan Avada Kedavra, dan ternyata kau hanya pingsan kan?'' Harry tetep bersikukuh, ia setuju dengan pendapat Luna, dan kalimat terakhir membuat Hermione akhirnya berpikir, bisa jadi ucapan Harry benar, ucapnya dalam hati.
''Dan kalaupun Sirius benar tewas, lalu dimana mayatnya? Kenapa ia menghilang ketika jatuh ke dalam selubung itu? Aku rasa ucapan Luna benar, walau pun tak masuk akal.'' Lanjut Harry, kini nada bicaranya menurun.
Suasana hening, Hermione pamit kembali ke asrama perempuan. Ron tetap bersama Harry, dan untuk menghibur sahabatnya dari tekanan-tekanan yang sedang di alaminya, Ron mengajak Harry bermain catur, sambil nenikmati hangatnya perapian.

* * *

Di ''laboratorium'' yang berhiaskan huruf ''W'' di sana-sini, Fred dan George sedang berkonsentrasi, berusaha dengan kemampuan mereka yang ternyata luar biasa, mengerjakan kombinasi-kombinasi yang rumit. Memodifikasi peta perompak menjadi peta dengan kualitas yang lebih baik. Kini tahap pengerjaannya sudah hampir sempurna.
''Bagaimana Fred, kalau begini?'' George mengutarakan idenya pada kembarannya.
''Terlalu mencolok, George.?'' Bantah Fred sambil menahan George membubuhkan semacam tinta berwarna hijau.
''Aku rasa ini lebih bagus Fred.'' Kata George, dan Fred nyengir tanda setuju.
''Bagaimana kalo kita tambahkan ini, Fred?'' George berusul lagi smbil memegang sesuatu seperti kulit ular, yang langsung di tolak Fred.
''Itu stock terakhir yang kita punya George, dan aku sungguh malas jika harus kembali ke Hogwarts hanya untuk mengobrak-abrik isi lemari Professor berambut minyak itu.''
Lalu mereke berdua kembali mencoba menambahkan kombinasi-kombinasi yang unik. Berkali-kali Fred dan George saling adu pendapat tentang kreasi baru mereka itu. Hingga pada akhirnya George berkata : ''Aku rasa kini sempurna Fred.''
Tampak kepuasan tergambar di wajah mereka berdua.
''Mari kita uji George, mudah-mudahan berfungsi.'' Kata Fred sambil membeberkan sebuah perkamen lusuh, tanpa tulisan apapun.
''Aku bersumpah, sesungguhnya aku orang yang tidak berguna.'' Ucap Fred, mengetukkan tongkatnya dengan pelan ke perkamen tersebut. Dan dengan sendirinya, lalu muncul semacam garis-garis dengan label nama-nama orang yang berada di sekitar wilayah mereka berada.
''Setidaknya ini lebih baik dari versi yang lama, George. Lihatlah, kini peta ini menjangkau wilayah sebelah.'' Fred tersenyum puas.
''Tak sia-sia rupanya kita peras otak kita beberapa hari ini.'' tambahnya, dan George tampak nyengir dengan pencapaian itu.
Berulang-ulang Fred dan George menguji kelayakan peta perompak yang baru saja mereka perbarui itu, dan tiba-tiba mereka terkejut ketika melihat sebuah label nama bertuliskan ''Sirius Black'' di peta itu. Namun tulisan itu hilang-timbul, seperti samar-samar tertangkap peta. Fred dan George saling pandang.
''Demi kaos kaki Merlin! Apakah ini benar George?'' Fred tidak mengalihkan perhatiannya dari peta.
''Tak tahu lah Fred, tapi aku rasa peta ini bekerja dengan baik.'' Balas George , masih tertuju pada peta di hadapannya.
''Tapi kenapa Sirius berada di hutan terlarang? Bukankah dia tewas ketika bertempur melawan Pelahap Maut di Departemen Misteri?'' Fred berpikir keras dengan apa yang sedang di lihatnya di peta.
''Memang Fred, tapi mayatnya tak di temukan ketika ia terjungkal ke dalam selubung, kata Remus, ingat kan? Aku rasa Harry harus tahu akan hal ini.'' Kata George yang juga ikut berpikir keras tentang kemunculan Sirius di peta yang baru saja di modifikasi itu.
''Sirius menghilang!'' Tiba-tiba Fred dan George berkata hampir bersamaan. Nama Sirius di peta itu lenyap.
Fred dan George bergegas menuju ke Three Broomstick, mereka langsung duduk di bangku kosong yang tersisa.
''Keluarkan bakatmu George, aku bertaruh kalau kau berhasil, aku siap menjaga toko sendiri tiga hari tiga malam.'' Kata Fred nyengir.
''Siapa takut, oke lihatlah apa yang akan terjadi.'' George balas nyengir sambil berdiri, lalu menghampiri Madam Rosmerta yang sedang menyediakan butterbeer untuk para pelanggannya.
''Ehem ehem.'' George nyengir, menunggu Madam Rosmerta membalikkan badannya.
''Hay Rossy, tak tahukah kau, bahwa hari ini kau tampak cantik sekali?'' Puji George sambil bersandar di meja Madam Rosmerta.
''Hmm, tak ada diskon untukmu, Weasley!'' Madam Rosmerta hanya mendengus, tapi sekilas tampak wajahnya sedikit merona.
''Hoo, pelit sekali.'' Ledek George sambil menata rambutnya, yang padahal sudah tertata rapi.
''Dan tak ada kata hutang untukmu dan saudara kembarmu itu.'' Kata Madam Rosmerta sambil melirik ke Fred yang terlihat cengar-cengir.
''Hah? Belum juga aku mengatakan itu, sudah kau tutup pintu hutang untukku, kejamnya dikau Rossy yang cantik.'' Rayu George sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
''Hmm, sebenarnya apa yang kau inginkan dariku, kembar sinting?'' Madam Rosmerta mendekatkan wajahnya ke wajah George yang langsung di sambut cengiran terkeren George Weasley.
''Aku perlu bantuanmu, Rossy.'' George berbisik.
''Yang penting tidak menyangkut diskon dan hutang, aku akan sedikit berbaik hati.'' Jawab Madam Rosmerta dengan berbisik juga.
''Oh, tepat sekali. Itu jawaban yang sangat aku harapkan, Rossy cantik...'' Ucap George nyengir sambil menjentikkan jarinya.
''Aku mau meminjam burung hantumu, ada keperluan mendesak. Bolehkah?'' Tanya George sambil mengedip ke Madam Rosmerta. Fred terlihat menepuk jidatnya sendiri, karena kali ini dia kalah bertaruh dengan George.
''Seperti kataku, silahkan. Hanya sekali kiriman Weasley.'' Tegas Madam Rosmerta pada George.
''Terima kasih, semoga pelangganmu semakin bertambah, Rossy.'' George nyengir lagi, lalu mengambil sangkar yang berisi seekor burung hantu di sebelah bartender.
''Tiga hari tiga malam, tapi minggu depan George.'' Kata Fred sambil berjalan di belakang George yang menjinjing sangkar burung hantu milik Madam Rosmerta.
''Terserah kau Fred, it's ok.'' Balas George, melangkah ke luar pintu Three Broomstick di ikuti Fred.
''Aktingmu boleh juga George.'' Fred terkikik di belakang George.
''Butuh kursus sebenarnya, Fred.'' Mereka berdua tak henti-hentinya cekikikan sepanjang jalan.

#4

Harry, Ron, dan Hermione sedang duduk-duduk di tribun lapangan Quidditch, latihan baru saja usai beberapa menit yang lalu. Sambil melepas lelah, Harry kembali membuka pembicaraan tentang ketidak-percayaannya bahwa Sirius telah mati. Ia bersikeras kepada Hermione, dan Ron tentunya, meminta mereka mencari informasi tentang misteri apa yang ada di balik selubung yang terdapat di Departemen Misteri itu beberapa hari yang lalu.
''Erm, bagaimana Hermione, Ron, sudahkah kalian dapatkan informasi mengenai selubung itu?'' Harry bertanya, menatap kedua sahabatnya itu.
''Belum kami temukan Harry... Kau tahu, tugas kami sebagai prefek kini bertambah, jadi sedikit sekali peluang kami mencuri waktu untuk menyelinap ke perpustakaan.'' Jelas Ron pada Harry, ia khawatir Harry akan kecewa dengan penjelasannya itu.
''Tapi aku dan Hermione akan berusaha.'' Lanjut Ron.
''Harry, semalam aku berpikir, apa tidak lebih baik kita bertanya pada Luna, mungkin saja ia tahu, paling tidak sedikit informasi tentang selubung itu. Ayahnya kan pemilik The Quibler.'' Hermione menyambung penjelasan Ron, ia melihat sekilas ada kekecewaan di wajah Harry.
''Baiklah kalau begitu, aku setuju.'' Kata Harry, menerima usul Hermione yang ia pikir juga lebih baik.
Lalu mereka bertiga berlalu dari tribun lapangan Quidditch, kembali ke kastil Hogwarts mencari Luna.Di koridor lantai satu, Harry, Ron, dan Hermione -sungguh tak disangka- bertemu dengan Luna yang sedang berjalan bersama seorang teman dari asramanya. Langsung saja Hermione menyapanya, meminta waktu Luna untuk mengobrol bersama dua sahabatnya, Harry dan Ron.
''Aku tak tahu soal selubung itu Hermione. Aku juga tak pernah mendengar ayahku membicarakannya. Hanya saja aku berpikir Sirius belum benar-benar mati, karena sewaktu kita di sana aku mendengar suara-suara di balik selubung misterius itu.'' Jelas Luna setelah ditanya Hermione.
''Suara-suara? Suara apa maksudmu? Aku tidak mendengarnya.'' Hermione berusaha mengingat kejadian dimana ia juga berada di Departemen Misteri saat itu.
''Entahlah. Dan Sirius, aku tahu ia sangat menyayangi Harry.'' Luna melirik ke Harry.
''Sampai-sampai ia tak perduli dengan keselamatannya sendiri beberapa tahun ini. Kau tahu kan, ia bela-belakan menyempatkan diri beli firebolt buat Harry, padahal Sirius sedang dalam pelarian.'' Harry, Ron, dan Hermione serius mendengarkan.
Luna menyandarkan diri di pagar pembatas koridor, lalu melanjutkan berbicara.
''Sempat juga kan Sirius meminta Harry untuk tinggal bersamanya, walau pun belum kesampaian. Ia juga menyempatkan diri dulu menjenguk Harry di Privet Drive sebelum mengejar Pattigrew ke Hogwarts. Dan yang terakhir kemarin, Sirius langsung pergi ke Kementrian Sihir begitu tahu bahwa Harry sedang dalam bahaya... Dan aku rasa, tak semudah itu Sirius akan meninggalkan Harry.''
Harry, Ron, dan Hermione terdiam mendengar perkataan Luna, menimbang-nimbang apakah benar firasat Luna, apakah Luna tau apa yang mereka tidak tahu, yang jelas Luna memang aneh namun tak sekali-duakali perkataannya benar.
Setelah berterima kasih pada Luna, Harry, Ron, dan Hermione menepi ke ujung koridor. Tiba-tiba seekor burung hantu melayang menuju ke arah mereka dan hinggap di pundak Harry. Mereka bertiga saling pandang, lalu Harry meraih burung hantu itu dan melepas ikatan surat pada kaki burung hantu tersebut. Harry segera membuka surat itu dan membacanya.
''Dari Fred dan George. Mereka memintaku menemui mereka sekarang di sebelah dedalu. Bisakah kalian menemaniku?'' Harry menatap dua sahabatnya, berharap mereka bersedia menemaninya.
''Sebaiknya jangan terlalu lama, Harry.'' Pinta Hermione.
''Ya sobat. Kau tahu kan, Mc.Gonagel bisa menghadiahi kami selusin detensi kalau sampai kami melanggar aturan, karena kami adalah prefek.'' Tambah Ron, dan Harry hanya mengangguk, tanda setuju.
Mereka bertiga segera turun ke lantai dasar, keluar kastil menuju ke sebuah pohon yang berdiri kekar. Dari kejauhan, dahan-dahan pohon itu terlihat bergoyang-goyang seolah menantang adu kekuatan.
Sesampainya di sebelah pohon itu, senyum ramah Fred dan juga George menyambut mereka.
''Apa kabar Harry, Hermione? Dan juga kau adik kecilku Ronny? Sapa Fred membuka percakapan.
''Baik.'' Jawab Harry dan Hermione hampir bersamaan.
''Jangan panggil aku Ronny! Dan aku bukan anak kecil Fred!'' Jawab Ron ketus. Fred dan George hanya cengar-cengir menanggapi ucapan ketus Ron.
''Oh Fred, aku lupa, bukankah Ronny adalah prefek? Tak seharusnya kita membuat marah seorang prefek.'' George menyikut pinggang Fred.
''Benar sekali George, tapi kita sekarang mantan murid, jadi percuma kalau adik kita tersayang ini memarahi kita.'' Fred masih cengar-cengir melihat ekspresi Ron yang memang kelihatan sangat marah. Harry dan Hermione hanya diam melihat Ron dengan wajah seperti itu.
''Haha, tenang adikku Ronny. Tak baik seorang prefek melipat wajahnya seperti itu. Tahu kah kau, hanya bandot tua Filch yang suka seperti itu.'' Lanjut Fred, yang di sambut dengan ''benar sekali'' oleh George. Harry dan Hermione hanya tersenyum melihat adu mulut kakak beradik itu.
''Erm, sebenarnya ada apa Fred, George, kalian memanggilku kemari?'' Tanya Harry pada Si Kembar Weasley, sebagai tindakan penyelamatan atas Ron yang wajahnya sudah merah padam.
''Oh ya. Begini sobat, kami berdua sudah berhasil mengembangkannya. Dan entah ini benar atau tidak, percaya atau tidak, kami melihat ada sebuah label bertuliskan Sirius Black di peta. Kami berdua bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang berhasil tertangkap oleh jangkauan peta perompak itu, karena Sirius, kau tahu kan...'' Jelas Fred pada Harry, yang spontan menghadirkan ekspresi ketidak-percayaan di wajah Harry, Ron, dan juga Hermione.
''Maksud kalian Sirius masih hidup, begitu? Tanya Hermione pada Si Kembar. Ron tidak berani berkomentar, walau pun ia juga terlihat terkejut dengan pernyataan kakak kandungnya itu.
''Kami menyimpulkannya begitu, ya kan Fred?'' Balas George yang langsung dibenarkan oleh Fred.
''Aku juga berpikiran begitu, begitu pun Luna.'' Ucap Harry, terlihat yakin bahwa Sirius sebenarnya masih belum mati. Betapa bahagianya dia, setidaknya kabar ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengaliri otaknya akhir-akhir ini.
''Tapi dimana keberadaanya sekarang? Maksudku di wilayah mana ketika ia terlihat di peta?'' Tanya Harry, dengan semangat baru.
''Well, hutan terlarang!'' Jawab Si Kembar Weasley hampir bersamaan.
''Tapi tak lama setelah itu, Sirius menghilang dari peta, dan kami tak tahu kini keberadaanny.'' Lanjut George, Fred hanya mengangguk.
Ron langsung bergidik, membayangkan ketika ia masuk ke dalam hutan terlarang. Ia teringat akan laba-laba raksasa, betapa takutnya dia. Hermione terdiam, seperti sedang memikirkan apa yang sedang terjadi pada Sirius di hutan terlarang, padahal seingatnya, Sirius terakhir kali terlempar ke dalam selubung misterius di Departemen Misteri dan menghilang.
''Harry kita harus kembali, sebentar lagi pelajaran Snape di mulai.'' Hermione sengaja memecah suasana, karena memang waktu pelajaran ramuan tinggal beberapa menit lagi.
''Oh, ya.'' Harry terpaksa menyetujui, karena sebelumnya ia telah berjanji untuk tidak berlama-lama menemui Fred dan George.
Harry memandang ke kastil Hogwarts yang tampak tak megah dari kejauhan, lalu memandang Si Kembar Weasley.
''Fred, George, maaf kami harus kembali ke kastil.'' Harry pamit pada kedua mantan kakak kelasnya itu, walau pun sebenarnya ia ingin mengobrol lebih lama dengan mereka.
''Tak apa sobat, kami mengerti, dan Fred...'' Ucap George pada Harry yang kemudian menyikut Fred.
''Oh ya Harry.'' Fred mengambil sesuatu dari balik mantelnya, sebuah perkamen lusuh.
''Ini aku kembalikan peta ini, sudah kami modifikasi dan kami telah berhasil membuat salinannya.'' Lanjut Fred sambil memberikan peta itu pada Harry.
''Erm, terima kasih Fred, George, kalian memang brillian...'' Puji Harry sambil menerima peta itu.
''Bisakah kalian untuk tidak memberitahu siapa pun tentang berita ini? Paling tidak sampai kita tahu bahwa itu benar-benar Sirius.'' Lanjut Harry dengan ekspresi memohon.
''Tentu Harry, walau pun kami sering asal bicara, tapi tak akan kami beritahukan pada siapa pun, kami berjanji.'' Fred dan George tersenyum.
''Baiklah, sekali lagi terima kasih.'' Harry balas tersenyum.
''Kalau begitu kami pamit, sampai jumpa.'' Fred dan George lalu menuju ke dedalu yang berada di sebelah mereka.
''Fred, George! Kabari kami kalau ada perkembangan lagi...!'' Ucap Harry dengan sedikit berteriak.
''Pasti sobat!'' Jawab George, lalu ia dan Fred masuk ke dalam lubang di antara akar-akar dedalu yang perkasa itu.
Harry, Ron, dan Hermione segera menuju ke kastil Hogwarts.

* * *

Hermione cemberut ketika ia dan Harry dan juga Ron keluar dari kelas ramuan. Ia tampak kesal dgn kedua sahabatnya itu, karena telah membuat Snape mengurangi angka poin asrama Gryffindor.
''Maafkan kami Hermione.'' Rayu Harry pada Hermione yang masih cemberut.
''Aku kira tadi dia tidak di belakangku, aku kira dia tidak mendengar ucapanku.'' Ron berusaha membela diri.
''Semua sudah terjadi, Ron! Harus berapa kali aku memperingatkanmu agar berlaku sopan di kelas Snape. Dan berapa kali kejadian seperti itu harus terulang hingga kau mengerti bahwa si rambut minyak itu tidak menyukai kita!'' Hermione menutup bibirnya dengan jari-jari tangannya, mengingat kalimat terakhir yang baru saja ia ucapkan.
Harry dan Ron nyengir, mereka menatap Hermione yang tiba-tiba saja salah tingkah, dan tawa mereka bertiga tak terbendung lagi...

#5

Malam yang temaram, bulan purnama sembunyi di balik awan. Pepohonan dan apa yang ada di sekitar tempat itu terlihat samar-samar. Di balik akar sebuah pohon besar, sepasang mata sedang mengawasi sesuatu seperti seekor binatang, namun tampak mengerikan. Binatang itu tampak sedang mengamati bulan yang telah di bayang-bayangi oleh awan.Sosok di balik akar tadi tak melepaskan pandangannya dari binatang itu, yang tampak seperti seekor srigala, ia menunggu.Dengan jeritan yang aneh, binatang itu seperti sedang merasakan kesakitan, detik demi detik tubuhnya meregang, dan perlahan berubah menjadi sesosok manusia. Ia terkapar dan terlihat kelelahan, lalu berusaha bangun dan ia tak mampu. Ia bersandar di sebuah batu besar.Sosok di balik akar itu tetap mengawasi, menunggu beberapa menit, lalu ia melangkahkan kaki-kakinya menghampiri seseorang yang tengah bersandar di batu itu, dan berdiri di depannya.Pria itu tak menyadari, seekor anjing hitam tengah berdiri di hadapannya. Ketika si anjing menggerak-gerakkan kakinya barulah ia sadar dengan apa yang sedang di pandangnya. Ia terkejut lalu berdiri, mundur beberapa langkah.Si anjing tetap memandangnya, tak bergerak. Pria itu pun memandang si anjing lekat-lekat, sepertinya ia mengenal anjing itu.''Jenggot Merlin! Kau kah itu, Padfoot?'' Ucap pria itu, tetap memandang si anjing yang tak bergeming. Lalu tiba-tiba anjing itu berubah menjadi sesosok pria, sebaya dengan pria tadi.''Surprise, Moony.'' Kata pria tersebut.''Apakah ini nyata, Sirius?''''Selama kau masih merasakan sakit saat kau gigit tanganmu sendiri, semuanya masih nyata, Remus. Aku belum jadi hantu.'' Laki-laki yang bernama Sirius tersenyum.Remus masih tak percaya, ia lalu maju mendekat ke Sirius.''Celan Merlin! Ternyata kau masih hidup.'' Remus tersenyum senang memandang sahabatnya, yang di ketahui tewas saat kejadian di Departemen Misteri.''Seperti yang kau lihat, Remus.'' Lalu Remus memeluk sahabatnya itu beberapa detik.''Apa yang terjadi padamu setelah kau menghikang di selubung itu?'' Remus duduk bersandar di batu, di ikuti oleh Sirius.''Lumayan panjang ceritanya, Remus. Sesaat setelah aku sadar, aku mengira aku berada di surga.'' Sirius terlihat nyengir.''Aku membuka mataku dan melihat ke sekelilingku, ramai sekali. Sekilas aku berpikir mungkin ini surga.'' Sirius tersenyum, Remus tetap diam menyimak sahabatnya bercerita.''Kau tahu, aku berharap bertemu James dan Lily di sana. Namun tak aku dapati mereka.'' Sirius menyandarkan kepalanya ke batu di belakangnya.
''Kau bilang ramai sekali, siapa yang berada di tempat itu?'' Tanya Remus sambil menengok ke Sirius.
''Tak ada manusia lain kecuali aku di sana. Tempat itu ramai karena kau tahu, tempat itu semacam negeri hantu. Ratusan hantu dari kementrian Sihir tinggal di tempat itu. Mereka tak bisa keluar karena di selubung itu terpasang sihir perlindungan yang permanen. Mereka terjebak di tempat itu dan tak bira keluar. Akhirnya para hantu itu menjadikan tempat itu semacam kota.'' Jelas Sirius, Remus mendengarkan dengan seksama.
''Lalu kenapa kau masih hidup? Bukankah kutukan itu...'' Remus tak melanjutkan kalimatnya.
''Aku pun tak tahu, Remus. Mereka, hantu-hantu itu menolongku. Ketika aku sadar, ku dapati mereka semua mengelilingiku. Lalu banyak bertanya tentang Kementrian Sihir, apa yang terjadi dengan Kementrian Sihir saat ini? Siapa yang menjabat Menteri Sihir? Dan sebagainya.'' Jawab Sirius.
''Apakah Dumbledore tahu mengenai tempat itu?'' Remus masih antusias mendengar cerita dari Sirius.
''Entahlah, yang jelas ia tak pernah menceritakannya pada kita kan? Sirius menghela napas, masih bersandar.
Tiba-tiba Sirius melepaskan sandarannya, memandang ke sekeliling.
''Sepertinya ada yang sedang mengintai kita, Remus, waspadalah.'' Sirius dan Remus berdiri memandang ke sekitar, mencari-cari.
''Aku rasa hanya kita berdua, Sirius'' Ucap Lupin.
''Dan kami berdua!'' Tiba-tiba Fred dan George Weasley muncul dari balik akar, tak jauh dari mereka berdiri. Remus dan Sirius kaget. Sirius mengeluarkan tongkatnya.
''Weasley, apa yang kalian lakukan disini?''
''Kami hanya jalan-jalan, Remus.'' Jawab Fred, lalu mendekat ke Sirius dan Remus, di ikuti George.
''Di hutan terlarang? Di tengah malam begini? Seharusnya kalian tetap di tempat yang aman. Pelahap Maut bisa saja menangkap kalian.'' Kata Remus pada Si Kembar Weasley.
''Sudahlah Remus. Apa kabar kalian, Fred, George?'' Sirius menepuk pundak Remus.
''Seperti yang kau lihat, kami baik-baik saja.'' George nyengir.
''Kenapa kalian bisa sampai kesini malam-malam begini?'' Tanya Sirius pada Si Kembar, Remus terdiam.
''Itu karena nama kalian muncul di peta saat kami iseng membukanya. Dan kami mengikuti petunjuk yang ada di peta. Sudah kami duga kemunculanmu di peta beberapa waktu yang lalu benar adanya, Sirius.'' Jawab Fred.
''Bisakah kau ceritakan pada kami, Sirius, apa yang terjadi denganmu?'' George memohon, Sirius tersenyum.
''Aku rasa Moony akan menceritakannya pada kalian, karena tadi aku sudah bercerita banyak padanya.'' Sirius nyengir jahil pada Remus.
''Apa-apaan kau, Sirius? Remus melirik ke Sirius."
''Ceritakan saja sendiri.''
Lalu mereka berempat duduk, di sinari cahaya bulan yang remang-remang karena telah tertutup awan.
Sirius menceritakan apa yang terjadi dengannya pada Si Kembar Weasley.
''Cool! Apakah kami bisa ke sana?'' Celetuk Fred antusias.
''Jangan berani-berani ke tempat itu, Fred. Atau kalian tak akan pernah kembali selamanya.'' Kata Sirius, Fred dan George nyengir.
''Lalu kenapa kau bisa keluar dari sana? Bukankah tempat itu terlindungi oleh sihir yang sangat kuat? Dan kau bilang hanya binatang yang tak mempan dengan sihir itu.'' Tanya George semangat.
''Apa kau lupa, George, siapa Sirius?'' Remus menimpali sambil menoleh ke Sirius, Sirius tertawa kecil.
''Fred dan George saling pandang, lalu George menepuk jidatnya. ''Aku lupa kau animagus.'' George nyengir di ikuti oleh Fred yang masih terlihat semangat.
Sirius bercerita lagi, tentang lorong kecil yang dulu ia buat bersama teman-teman Maraudersnya di hutan terlarang. Lorong itu menghubungkan hutan terlarang dengan Kementrian. Tapi para Marauders tak tahu di bagian Departemen mana lorong itu berujung.
''Dulu hanya Wormtail yang bisa masuk ke celah di pintu batu itu, karena dia tikus idiot yang tak tahu membaca tempat. Sejak saat itu kami tak pernah ke lorong itu lagi. Karena para Centaurus menutupnya ketika mereka tak berhasil mengejar kami.'' Kata Sirius, Fred dan George terlihat sangat menikmati cerita dari Sirius.
''Itu sudah lama sekali, Sirius.'' Sahut Remus. ''Aku ingat tanduk Prongs tersangkut di dahan gara-gara Centaurus itu mengejar-ngejar kita.'' Remus tersenyum. Sirius terkikik, Fred dan George terkagum-kagum.
''Lalu kenapa kau bisa melewati pintu itu, Sirius?'' Fred kembali bertanya.
''Tadinya aku tak terlalu memperhatikan pintu itu. Tapi aku rasa mengenal celah kecil di sudut pintu itu. Lalu aku bertanya pada salah satu hantu. Dan katanya mantera pelindung itu tak bisa berfungsi pada hewan. Dengan pisau belatiku, aku mencongkel sedikit demi sedikit batu di sekelilingnya hingga aku rasa cukup untuk sekedar dimasuki seekor anjing.'' Sirius sedikit terkikik...
''Kenapa tak kau gunakan sihir, Sirius?'' Tanya George.
''Mantera yang melindungi pintu itu sangat kuat. Belum ada sihir yang mampu melepasnya. Hantu-hantu disana bilang; ''itu mantera yang paling ampuh yang di pasang leluhur kami.'' Dan terpaksa aku gunakan cara muggle.'' Jelas Sirius.
''Keren sekali! Fred, aku pikir kita perlu mencoba jadi seorang animagus juga.'' Kata George berapi-api.
Tak terasa mereka berempat duduk di tempat itu hingga menjelang pagi. Sirius bercerita tentang kelakuannya bersama genk Maraudersnya ketika masi bersekolah di Hogwarts. Remus juga sesekali tertawa mendengar cerita Sirius, ia juga banyak bercerita tentang Marauders kepada Fred dan George, yang kemudian di sambung oleh Sirius. Suasana persahabatan sangat terasa malam itu, antara biang onar Hogwarts senior dan biang onar Hogwarts generasi kedua. Sirius memberikan 'jempol' untuk Fred dan George atas apa yang di lakukannya saat terakhir kali mereka beraksi di Hogwarts.
Dan akhirnya Remus memutuskan untuk mengakhiri pertemuan yang tidak di sengaja itu.
''Tolong rahasiakan ini Fred, George. Jangan ada yang tahu.'' Pinta Sirius pada Si Kembar Weasley.
''Termasuk pada Harry, Sirius?'' Timpal Fred.
''Ya. Karena aku ingin membuat dia surprise.'' Jawab Sirius, Fred dan George mengangguk, tanda mengerti.
''Setelah ini kau akan kemana?'' Tanya George pada Sirius sambil membetulkan syalnya.
''Yang jelas bukan di Grimmauld Place, ada beberapa tempat yang aman untukku. Dan untuk beberapa hari kedepan, mungkin aku akan tinggal di rumah keluarga Lupin.''
Lalu Fred dan George permisi dan kembali ke hutan dengan peta perompak sebagai penuntun arah mereka pulang.
Remus dan Sirius juga beranjak, mereka menghilang di balik pepohonan yang terlihat samar-samar karena pagi tak lama lagi datang...

#6

Hari berganti, waktu berlalu. Tak terasa beberapa bulan berlalu dan Harry masih berkutat dengan pikirannya. Ia tak tahu, haruskah ia meyakini bahwa Sirius telah tewas, atau sebaliknya. Karena sejak terakhir kali pertemuannya dengan Fred dan George Weasley, tak ada lagi kabar tentang kemunculan Sirius di peta. Harry sendiri sudah beberapa bulan terakhir tak pernah membuka peta itu, karena Filch menyitanya suatu hari. Sementara Fred dan George tak pernah mengiriminya surat lagi. Kini ia pasrah dengan keadaan. Ia yakin suatu saat jika Sirius memang benar masih hidup, pasti Sirius akan mencarinya. Ia juga berkali-kali menyusup ke perpustakaan bersama Ron dan Hermione dengan berbekal jubah gaib, namun tak ia temukan informasi tentang rahasia di balik selubung itu.
Hogwarts kini terasa sepi, hanya Dumbledore dan staf-staf pengajar yang menghuni tempat itu dan juga para hantu asrama tentunya.Kali ini, Harry, atas persetujuan Dumbledore, tidak kembali ke Private Drive. Liburan kali ini ia memilih tinggal di kediaman keluarga Weasley di The Burrow.
Sebenarnya riskan sekali, mengingat Voldemort sedang dalam masa-jayanya. Tapi Dumbledore telah meyakinkan mereka bahwa The Burrow aman, dengan di pasangnya mantera perlindungan di sekitarnya.
Pagi itu, entah kenapa Harry terbangun pagi-pagi sekali. Ia memandang Ron yang masih tertidur lelap di sampingnya. Lalu beranjak dari tempat tidur dan meraih sebuah kursi yang tak berlengan, dan menempatkannya di ambang jendela kamar Ron. Ia membuka jendela, lalu duduk memandang langit yang terang dengan semburat warna merah. Ia memandang satu-satunya bintang yang masih setia menghiasi langit pagi itu. Bintang itu seolah mengedip kepadanya, dan ia pun tersenyum. Semilir angin pagi menerpanya. Ia lalu memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam, menghirup udara segar. Ia berdoa;
''semoga hari ini menyenangkan untukku, dan semua yang ada di rumah ini.''
Harry membuka mata, lalu mendengar bunyi berkelontangan di lantai bawah. Ia hanya membatin; tumben sepagi ini Mrs. Weasley sudah memasak.Tak lama kemudian ia mendengar suara-suara yang menurut Harry, tak asing lagi.Harry segera turun ke lantai bawah dengan tetap membiarkan Ron terlelap di kamarnya. Saat ia sampai di anak tangga paling bawah, ia mendapati Mrs. Weasley sedang menyiapkan hidangan yang sangat banyak, di bantu Ginny dan Hermione.
''Ehem..'' Harry berdehem, sengaja memancing perhatian.
''Kau sudah bangun, Harry?'' Sapa Mrs. Weasley dengan senyum keibuannya, Harry hanya tersenyum.
''Harry, selamat pagi!'' Hermione tersenyum ceria, Ginny tersenyum maniis pada Harry, dan Harry balas tersenyum kepadanya.
''Hermione, kapan kau datang?'' Harry duduk di anak tangga paling bawah, memperhatikan Mrs. Weasley, Ginny, dan Hermione yang sedang sibuk mengatur beraneka macam hidangan.
''Beberapa menit yang lalu.'' Jawab Hermione smbil meletakkan sepiring besar kue kering di meja.
''Erm, Mrs Weasley, ada apa sebenarnya? Tak biasanya Anda memasak sebanyak ini. Apakah akan ada tamu di rumah ini?'' Tanya Harry pada Mrs. Weasley. Ginny dan Hermione malah tersenyum mendengar pertanyaan Harry.
''Ya Harry dear, ada beberapa orang yang akan datang hari ini.'' Jawab Mrs. Weasley.
''Adakah yang bisa saya bantu, Mrs. Weasley?'' Harry berdiri, berharap ada sesuatu yang bisa ia kerjakan.
''Tidak ada, Harry, biar kami bertiga yang urus ini. Kau bangunkan saja Ron, hari sudah hampir pagi.'' Mrs. Weasley tersenyum, seperti merahasiakan sesuatu.
''Oh, baiklah.'' Harry kembali menaiki anak tangga menuju kamar Ron. Ia sungguh tak menyadari, lebih tepatnya, ia lupa bahwa hari itu tanggal 31 juli, hari ulang tahunnya. Mungkin karena selama di Private Drive paman dan bibinya tak pernah merayakan ulang tahunnya, hingga sekarang ia pun lupa bahwa hari itu ia berulang tahun.
Atau mungkin karena tekanan-tekanan yang ia dapatkan akibat meninggalnya Sirius, yang ia anggap bahwa dirinyalah penyebab utama kematian Sirius. Walau pun sudah berbulan-bulan peristiwa itu berlalu, namun rasa bersalah itu terus menghantuinya.
Pagi akhirnya tiba. Langit tampak biru karena cuaca hari itu sangat cerah. Harry dan Ron masih belum turun dari kamarnya di lantai atas. Mrs. Weasley sibuk memperhatikan jam dinding yang tertempel di ruangan itu. Ia tampak sedang menunggu seseorang.
''Kenapa Arthus belum datang juga...'' Gumamnya, lalu ia pun beranjak ke pintu rumah The Burrow, memandang ke halaman depan rumah itu.
Tiba-tiba muncul segerombolan orang di halaman rumah itu. Mrs. Weasley lalu tersenyum, kekhawatiran di wajahnya kini lenyap. Tampak Mr. Weasley, Fre dan George, serta Remus Lupin sedang menuju ke rumah itu. Ternyata Mr. Weasley baru saja menjemput Remus, juga Fred dan George.
Fred dan George akhirnya berani pulang setelah Mr. Weasley meyakinkan mereka...
Mr. Weasley membawa mantel bepergiannya yang ia sampirkan di lengan kirinya. Fred dan George membawa kotak yang entah apa-isinya yang mereka jinjing berdua. Dan Remus menyeret kotak yang lumayan besar, di tutup dengan kain hitam.
Setelah mereka sampai di depan pintu, Mrs. Weasley mengisyaratkan -dengan menempelkan telunjuk di bibirnya- agar mereka semua tak bersuara. Mereka semua mengangguk dan tersenyum, kecuali Fred dan George, mereka nyengir lalu memeluk Mrs. Weasley bergantian.
Remus dan Mr. Weasley menyembunyikan kotak yang bertutup kain hitam itu ke sebuah ruangan, dengan intruksi dari Mrs. Weasley.
Fred dan George membongkar kotak bawaan mereka, di bantu Ginny dan Hermione. Dengan lambaian tongkat mereka, seluruh pernak-pernik dengan inisial huruf ''HP'' tertata rapi di ruangan itu. Sebuah kotak musik di tempatkan di sudut ruangan oleh George. Mereka tetap tak bersuara, hanya bahasa tubuh yang mereka gunakan untuk berkomunikasi. Dan setelah semua siap, Mrs. Weasley memanggil Harry dan Ron untuk segera turun ke lantai bawah.
''Bergegas, Harry!'' Kata Mrs. Weasley ketika Harry belum juga muncul.
''Ya Mrs. Weasley, saya sedang ganti pakaian.'' Jawab Harry. Ron sudah turun terlebih dulu, dan bergabung bersama yang lainnya.
Ternyata seluruh penghuni The Burrow telah merencanakan hal ini, hanya Harry yang tidak tahu.
Satu menit kemudian, Harry muncul di anak tangga, dan spontan seluruh yang ada di ruangan itu mengucapkan: ''Happy birthday, Harry...!!!'' Lalu Fred dan George meniup terompet mainan yang mereka produksi sendiri. Dengan lambaian tongkatnya, George menyihir kotak musik yang kemudian menyanyikan lagu ''happy birthday.''
Kegembiraan tampak di wajah Mrs. Weasley dan semua yang ada di The Burrow. Harry tak dapat berkata-kata. Ia tersenyum lebar, bahkan hampir meneteskan air mata saking tak percaya, itu kali pertamanya ulang tahunnya di rayakan.
Lagu-happy birthday-tetap berkumandang di ruangan itu. Harry tertatih melangkah ke arah Mrs. Weasley. Matanya berkaca-kaca. Ia memandang ke semua yang ada di situ. Mr. Weasley, Fred dan George, Remus Lupin, Ron, Hermione, dan Ginny, yang kesemuanya sedang tersenyum kepadanya. Harry mengusap air mata yang hampir saja menetes, lalu kembali memandang Mrs. Weasley, melangkah kepadanya, dan memeluknya erat. Mrs. Weasley menepuk-nepuk punggung Harry. Lalu di pandu Fred, semuanya bernyanyi mengikuti nyanyian dari kotak musik sambil bertepuk tangan.
Lagu yang semula berbunyi -happy birthday to you- kini berubah menjadi -happy birthday Harry- dengan Fred sebagai pemandu. Mendengar itu, Harry semakin erat memeluk Mrs. Weasley. Seisi ruangan terhanyut dengan suasana itu. Lalu Harry melepaskan pelukannya dari Mrs. Weasley, ia tertunduk dengan air mata yang hampir tumpah. Kemudian Mrs. Weasley mengusapnya dengan kedua ibu jarinya dan kembali mengucapkan: ''Happy birthday, Harry.'' Mrs. Weasley tersenyum, Harry masih berkaca-kaca.
''Tri.. trima kasih atas semua ini, Mrs. Weasley.'' Ucap Harry terbata.
''Kau layak mendapatkannya, Nak.'' Balas Mrs. Weasley dengan senyum keibuan.
''Mom, biarkan Harry meniup lilinnya.'' Celetuk George.
Lalu Mrs. Weasley memberi isyarat kepada Harry, agar meniup lilin yang tertancap di tengah kue ulang tahunnya.
Harry mengitari meja, lalu berdiri menghadap kue itu.
''Make a wish, Harry.'' Ucap Hermione sambil senyum. Harry mengangguk lalu menutup mata, berdoa dalam hati.
Setelah membuka mata, Harry langsung meniup lilin yang menyala di hadapannya.
''Beberapa kata, Harry. Silahkan.'' Fred nyengir.
''Erm, baiklah, aku coba...'' Suasana terasa hening.
''Terima kasih untuk kalian semua, terutama Mrs. Weasley.'' Mrs. Weasley tampak tersenyum.
''Sungguh aku tidak menduga akan ada kejutan seperti ini. Dan aku, sejujurnya lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku. Karena selama ini kalian tahu, aku tak pernah mendapatkan kejutan seperti ini.'' Harry terdiam, ia tampak kehabisan kata-kata.
''Erm, entah apalagi yang bisa aku katakan. Sekali lagi terima kasih.'' Harry tersenyum.
''Potong kuenya, Harry! Usahakan bagianku lebih banyak.'' Ron nyengir, dan langsung saja sebuah jitakan dari ibunya mendarat di kepalanya, yang lain tertawa melihat itu, Ron tetap nyengir.
Harry pun memotong kue ulang tahunnya, dan ia bagikan ke semua orang yang ada di ruangan itu, potongan pertama ia berikan kepada Mrs. Weasley.
Setelah itu, mereka semua makan bersama. Ron nyaris tersedak karena cara makannya.
Dan setelah semua selesai, Mrs. Weasley mengayunkan tongkatnya, dan dengan sendirinya piring dan apa yang kotor melayang berpindah ke tempat pencucian, mencuci dirinya sendiri.
Mrs. Weasley mengambil sesuatu dari dalam kamarnya, dan memberikannya pada Harry.
''Untukmu, Harry, semoga kau selalu mengingat kami.'' Mrs. Weasley tersenyum.
''Terima kasih, saya tidak akan pernah melupakannya, Mrs. Weasley.'' Harry balas tersenyum.
''Ini Harry, semoga kau suka.'' Hermione memberikan sebuah perkamen yang di gulung rapi. Harry tersenyum menerimanya. Lalu Ginny memberikan kotak kecil dengan hiasan pita, entah apa isinya. Ron memberikan sebuah perkamen, di gulung dan di ikat dengan benang.
''Tak-tik bermain catur. Aku sendiri yang buat.'' Ron tersenyum bangga.
Fred dan George memberikan kotak berlambang -W-.
''Produk terbaru kami, lulus uji dan aman di gunakan.'' Fred dan George nyengir.
Mr. Weasley dan Remus tak memberikan hadiah, mereka memanjatkan do'a buat Harry, Harry berterima-kasih setelah itu.
''harry.'' Ucap Mrs. Weasley ketika semua diam.
''Kami punya hadiah yang sangat special untukmu, aku harap kita semua berdiri menyambutnya.'' Lanjut Mrs. Weasley.
Harry dan Mrs. Weasley berdiri, di ikuti oleh yang lainnya. Harry bertanya-tanya dalam hati, kejutan apa lagi yang akan di dapatnya...
''Tutup matamu, Harry.' Perintah Mrs. Weasley. Harry pun segera memejamkan matanya. Lalu diam-diam Sirius keluar dari ruangan yang berada di belakang Harry. Harry masih menutup matanya. Semua yang hadir di The Burrow tersenyum melihat Sirius.
''Sekarang buka matamu, Harry.'' Perintah Mrs. Weasley lagi, dan Harry segera membuka matanya. Ia mendapati orang-orang yang ada di depannya tersenyum.
''Apa yang terjadi, kenapa kalian tersenyum kepadaku?'' Harry tampak bingung.
''Lihatlah. Siapa yang ada di belakangmu.'' Mrs. Weasley lagi-lagi tersenyum.
Harry segera membalikkan badannya, dan betapa terkejutnya ia mendapati Sirius Black berada di hadapannya, tersenyum kepadanya.
''Happy birthday. Harry.'' Sirius merentangkan tangannya.
Harry langsung memeluk Sirius. Perasaannya kini campur aduk, antara rasa senang dan tak percaya kini menyatu, memaksa air dalam sel-sel tubuhnya mengalir melalui celah kedua matanya. Kali ini ia menangis, tanpa suara. Ia terisak di pelukan ayah angkatnya. Lalu Sirius menepuk-nepuk punggung Harry.
''Semua akan baik-baik saja, Harry.'' Ucapnya, Harry masih terisak tak berkata apa-apa.
Hermione terhanyut dengan suasana itu, matanya berkaca-kaca dan ia memeluk Ginny yang juga tampak akan tumpah air matanya karena terharu.
Mr. Weasley mendekap Mrs. Weasley yang berada di sampingnya. Mrs. Weasley tersenyum namun matanya berkaca-kaca.
Ron terdiam bersama Fred dan George. Remus menyilangkan tangannya di depan dada, memandang ke Sirius dan Harry.
Tampaknya seisi The Burrow ikut terharu dengan peristiwa itu.
''Sudahlah, Harry. Sirius kini telah kembali. Jangan khawatir, ia akan bersamamu.'' Remus tersenyum, lalu perlahan Harry melepaskan pelukannya.
''Maafkan aku, Sirius.'' Ucap Harry terbata.
''Bukan salahmu, Harry.'' Sirius tersenyum.
''Aku baik-baik saja kan? Skarang aku telah kembali, bergabung bergabung bersama Orde lagi.'' Sirius meyakinkan Harry. Spontan semangat Harry naik sampai ke ubun-ubunnya.
Mrs. Weasley memberi kode ke yang lain agar meninggalkan Harry dan Sirius di ruangan itu. Lalu terjadi tanya jawab antara Harry dan Sirius. Lumayan lama mereka mengobrol, hingga sebuah burung hantu hinggap di meja di depan mereka. Sirius meraih kotak kecil yang terikat di kaki burung hantu itu lalu membaca tulisan yang tertera di kotak itu.
''Untukmu, Harry.'' Sirius menyodorkannya pada Harry. Lalu Harry membuka kotak itu dan membac surat yang ada di dalamnya.

''Dear Harry.
Bagaimana menurutmu kejutan yang di berikan keluarga Weasley? Aku harap kau senang menerimanya. Di hari ulang tahunmu ini, aku hanya bisa memberikan hadiah kecil, sekotak kacang segala rasa, kalau kau berkenan, berbagilah dengan Sirius, aku yakin ia masih menyukai yang rasa daki.'' Harry terkikik, lalu melanjutkan membaca.
''Sampaikan salamku pada Sirius, dan katakan padanya bahwa Grimmauld Place kini sudah aman, telah aku pasang perlindungan baru. Jika ia berkenan, aku ingin menjadikannya sebagai markas orde lagi.
Aku kira itu saja yang bisa aku sampaikan.
Semoga harimu menyenangkan.
A. Dumbledore''


Harry tersenyum, Sirius tertawa kecil.
Lalu Sirius memberikan sebuah perkamen lusuh kepada Harry.
''Dobby menitipkannya padaku untuk di berikan padamu. Ia mengambilnya dari kantor Filch ketika sedang mencari sesuatu disana.'' Kata Sirius. Harry langsung menerimanya.
Tak terasa hari semakin siang. Sirius dan Remus pamit kepada Mr. dan Mrs. Weasley dan juga yang lainnya.
''Ada kepentingan Orde yang harus kami tangani, Molly.'' Kata Sirius pada Mrs. Weasley.
''Aku titip Harry, minggu depan aku menjemputnya. Kami telah memutuskan untuk tinggal di Grimmauld Place.'' Lanjut Sirius.
''Jangan khawatir, Harry aman di sini.'' Balas Mrs. Weasley.
''Baik-baik di sini, Harry, minggu depan kita bertemu lagi.'' Kata Sirius sambil menoleh ke Harry. Harry mengangguk senang.
''Kami permisi.'' Ucap Remus pada penghuni The Burrow, lalu ia dan Sirius melambaikan tangan dan beranjak keluar. Ketika sampai dì halaman The Burrow, mereka menghilang.



THE END


By. Imand-Kenji Shadyshinoda d'Padfootterz

Postingan Lama

Blogger Template by Blogcrowds